Para Ulama Harus Menghadirkan Atmosfer Politik yang Sejuk
Model dakwah seperti ini terlihat dilakukan oleh ustaz-ustaz berdasarkan tingkat pengaruhnya. Ustaz Abdul Somad, Ustaz Arifin Ilham, Ustaz Yusuf Mansur dan Aa Gym adalah ulama yang pembawaannya tenang dan menenangkan.
“Sejuk dalam mengartikulasikan petuah-petuah kepada jemaah,” tandasnya.
Jusman mengatakan penerimaan masyarakat berdasarkan karakter sang ustaz bukan barang baru bila dilihat sejarah dakwah dan persebaran Islam di nusantara, sambutan riuh kepada pengemban dakwah ketika itu berkat strategi komunikasi para ulama yang menggunakan pendekatan kearifan lokal.
“Berkomunikasi dengan masyarakat dan umat menggunakan bahasa yang dikustomisasi sesuai kebutuhan umat,” ucapnya.
Selain mendesakralisasi predikat keulamaan yang disandang, kata Jusman dampak sosial dari terjunnya ulama di kancah politik praktis adalah menguatnya politik identitas. “Cara ini efektif dalam menggalang entitas yang mungkin tidak terwakili di pemerintahan,” kata dia.
Kendati demikian, kata dia, politik identitas amat riskan bila ditelaah dalam kontestasi elektoral. Pasalnya, politik identitas berpijak di atas fondasi emosi, sehingga cenderung mencampakkan rasionalitas. Konsekuensinya, kata Jusman masyarakat terbelah dan polarisasi meruncing.
“Perbedaan jadi kian tajam dan mereka yang berselancar di atas politik identitas menikmati arus dukungan dari kelompok yang homogen,” ucapnya.
Dikatakan Jusman keterlibatan umat di kancah politik tentu bukan hal terlarang. Dalam perspektif akidah, umat Islam bahkan wajib peduli dengan urusan politik sebab berarti juga bakal menyangkut kehidupan umat itu sendiri. Terlebih sebagai elemen bangsa, lanjut dia, umat Islam seperti sering disebut-sebut, merupakan pemilik saham mayoritas di negeri ini.