Parkir Meter Terkendala Recehan
jpnn.com - JAKPUS - Sejumlah catatan muncul pada hari pertama uji coba parkir meter di Jalan Agus Salim atau Jalan Sabang kemarin (26/9). Salah satunya kurangnya stok recehan untuk membayar parkir meter. Selain itu, banyak pengemudi yang tidak memasang struk pembayaran parkir di kendaraan masing-masing.
Hal tersebut dirasakan Dadang Irawan, 54. Karena tidak membawa uang recehan, dia harus berkeliling dulu ke sejumlah rumah makan di Jalan Sabang untuk mencari koin recehan. Koordinator juru parkir Mukhlis mengakui, satu juru parkir dibekali koin Rp 50 ribu. Karena banyak pengendara yang tidak membawa recehan, recehan itu tidak sampai tengah hari sudah habis. ''Terpaksa parkirnya nggak pakai mesin dulu,'' katanya.
Untuk uji coba, tarif parkir meter ditetapkan Rp 500 per jam untuk motor, mobil penumpang Rp 2.000 per jam, serta truk dan bus Rp 8.000 per jam. Nah, pengguna parkir hanya bisa membayar dengan koin Rp 500 putih dan recehan Rp 1.000. Dirut PT Mata Biru Wahyu Ramadhan, vendor parkir meter, menyatakan bahwa stok koin masih sedikit. Sebab, pihaknya belum bisa memperkirakan kebutuhan pada hari pertama.
Wahyu juga mengungkapkan, mesin parkir meter tidak melayani uang kertas karena rawan rusak lantaran lembab atau panas. Sebab, mesin parkir meter berada di luar ruang. ''Mesin ini memang didesain untuk koin. Satu mesin dapat menampung koin Rp 1,5 juta. Setiap hari koin-koin itu akan diambil,'' jelasnya.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Perparkiran Dinas Perhubungan Sunardi Sinaga menilai koin dan karcis tidak dipasang di dasbor mobil karena masyarakat belum terbiasa dengan sistem parkir meter. ''Sementara ini kita memang masih pakai koin. Ke depan kami usahakan bisa pakai kartu elektronik,'' paparnya.
Sejak Kamis malam, sebelas mesin parkir meter dipasang di ruas jalan sepanjang 400 meter. Setiap alat seharga Rp 200 juta itu dilindungi kamera closed circuit television (CCTV) serta diawasi 33 juru parkir yang dibagi ke tiga sift. Satu juru parkir bertugas mengawasi satu mesin yang digunakan untuk 10-15 slot parkir.
Dalam masa uji coba selama tiga bulan, juru parkir bertugas memandu penggunaan mesin parkir meter hingga mendapatkan struk. Para jukir yang digaji Dinas Perhubungan DKI Jakarta Rp 4 juta per bulan itu pun bertugas mengawasi waktu parkir sesuai dengan nominal yang telah dibayar. Jika lebih lama, juru parkir akan meminta pengguna parkir untuk membayar kekurangan di mesin parkir meter.
Setelah berhasil diterapkan di Jalan Sabang, Dinas Perhubungan DKI Jakarta akan memasang mesin tersebut di Jalan Juanda, Pasar Baru, dan kompleks perumahan Kelapa Gading. Dalam dua-tiga tahun mendatang, wilayah Jakarta ditargetkan sudah menggunakan sistem parkir meter.
Sunardi yakin penggunaan parkir meter diyakini bakal meningkatkan pendapatan daerah. Selama ini, pemprov hanya mendapatkan Rp 700 ribu per tahun dari retribusi parkir di Jalan Sabang. Dalam setahun, Sunardi yakin pendapatan dari retribusi parkir di Jalan Sabang akan meningkat sepuluh kali lipat. "Bila sudah resmi berlaku, pengendara motor dan mobil yang tidak menggunakan parkir meter terancam sanksi derek dan denda Rp 500 ribu," katanya.
Setelah semua wilayah menggunakan sistem tersebut, pendapatan daerah dari perparkiran akan meningkat dari Rp 26 miliar per tahun menjadi Rp 360 miliar per tahun. Karena pemprov menggandeng swasta untuk menjadi pelaksana teknis parkir meter dengan pembagian keuntungan 70:30, Pemprov DKI Jakarta diperkirakan bakal mendapatkan pemasukan Rp 120 miliar per tahun dari parkir meter on street. (bad/noe/c15/any)