Payung Hukum Holding Mengundang Kontroversi
jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah pihak mendesak pemerintah mengkaji ulang landasan hukum yang dipakai dalam pelaksanaan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Ini lantaran Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 2016 yang menjadi payung hukum pelaksanaan holding BUMN dinilai masih mengundang kontroversi dan penolakan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Holding BUMN itu kebijakan pemerintah, cuma yang menjadi catatan ialah landasan hukumnya. Ini karena PP 72/2016 masih mendapat banyak penolakan khususnya dari DPR," ujar Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD di Jakarta, Kamis (24/11).
Lantaran masih mengundang kontroversi dan penolakan, menurut Mahfud tidak ada salahnya pihak-pihak yang mengaku dirugikan atas keberadaan PP 72/2016 untuk kembali melakukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA).
Ini dilakukan untuk kembali membuktikan terkait keabsahan landasan hukum pembentukkan holding BUMN.
"DPR punya hak politik untuk judicial review dan silakan saja. Dulu teman-teman KAHMI (Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam) juga pernah mengajukan judical review di mana saya tanda tangan di sana," imbuh Ketua MK periode 2008-2013 ini.
Adapun BUMN yang nantinya akan menjadi anak usaha BUMN (swasta) yakni PT Bukit Asam (Persero) Tbk, PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Timah (Persero) Tbk, PT Bank Mandiri (Persero), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, dan lain-lain.(chi/jpnn)