Pecah Kongsi, Wako dan Wawako Sama-sama Salah
jpnn.com - JAKARTA - Pecah kongsi kepala daerah dengan wakilnya terjadi di hampir 80 persen daerah. Pemicunya, wakil kepala daerah ingin ikut masuk dalam urusan yang menjadi kewenangan kepala daerah. Di satu sisi, kepala daerahnya tidak berani tegas menghadapi wakilnya.
Staf Khusus mendagri, Umar Saddad Hasibuan, menilai, pemicu pecah kongsi antara Walikota Pematangsiantar Hulman Sitorus dengan Wakilnya Koni Ismail Siregar, juga disebabkan hal tersebut.
"Wakil walikota harus bisa menempatkan diri. Jangan terlalu masuk ke wilayah pengambilan kebijakan yang menjadi porsi walikota. Walikota juga harus tegas, berani menegur wakilnya bahwa ini loh kewenanganmu, ini kewenanganku. Tugas wakil sudah diatur jelas di pasal 26 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah," ujar Umar yang juga staf pengajar di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) itu kepada JPNN di Jakarta, kemarin (20/11).
Dijelaskan doktor ilmu politik lulusan Universitas Indonesia (UI) itu, secara prinsip wakil kepala daerah itu baru bisa memiliki kewenangan penuh mengendalikan pemerintahan di daerah ketika kepala daerah berhalangan.
Ditanya apa faktor pemicu utama pecah kongsi Hulman dengan Koni? Blak-blakan dia berani memastikan, pemicunya adalah masalah bagi-bagi jatah.
"Pecah kongsi itu selalu karena masalah bagi-bagi jatah. Entah jatah proyek, jatah penempatan orang dalam jabatan, dan sebagainya," ujar pria kelahiran Labuhanbatu itu.
Umar tidak begitu percaya dengan pernyataan Koni yang menyebut pemicu masalah karena hadirnya orang-orang di luar pemerintahan. Menurut Umar, kalau toh yang dimaksud orang luar itu semacam "orangnya" walikota yang biasa memberikan masukan, ya itu haknya walikota.
"Seperti saya sebagai staf khusus, mendagri memberi penugasan kepada saya, ya saya kerjakan. Saya tak mau masuk mencampuri tugas dirjen atau pun sekjen," ujar Umar.