Pecel Impor
Oleh Dahlan IskanWathin adalah anak Kho Kek Hui, orang Medan pendiri pabrik pecel itu. Kho adalah orang yang merantau ke Surabaya untuk pertobatan hidup.
Ternyata tidak hanya bisa jadi orang baik. Bahkan bisa sukses. Kisahnya akan dimuat secara bersambung di Harian Disway.
Pecel itu barang mewah bagi saya waktu kecil. Tidak mudah untuk bisa makan pecel.
Saya baru dibelikan pecel kalau habis sakit. Kadang saya sampai pengin sakit agar dibelikan pecel.
Di desa, zaman saya kecil, pecel itu untuk sarapan. Sesekali. Sebagai selingan mewah dari makan pagi yang rutin: ketela rebus, ganyong rebus, atau nasi sisa kemarin yang digoreng dengan minyak jelantah –minyak sisa goreng ikan asin atau tempe.
Saya tidak membayangkan bahwa pecel zaman sekarang kacangnya impor: dari India atau bahkan Afrika. Maka sekarang ini kalau lagi makan pecel rasanya serasa ikut makan devisa.
Pabrik pecel seperti itu memang harus membeli kacang khusus. Yakni yang bijinya sudah melupakan kulitnya. Itu disebut kacang ose.
Hampir semua kacang ose yang ada di pasaran adalah barang impor. Produksi kacang dalam negeri biasanya sudah habis diborong oleh pabrik kacang -justru ketika baru dicabut dari tanah.