Pejabat Ditjen Pajak Didakwa Terima Suap Rp 1,9 Miliar
jpnn.com, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya mendudukkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Handang Soekarno di kursi terdakwa Pengadilan Tipikor Jakarta.
Pada persidangan yang digelar Rabu (12/4), JPU mendakwa Handang telah menerima suap sebesar USD 148.500 atau setara Rp 1,99 miliar dari Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia Ramapanicker Rajamohanan Nair.
JPU KPK Ali Fikri menyatakan, suap dari Rajamohanan itu untuk membantu mempercepat penyelesaian permasalahan pajak yang dihadapi PT EKP. "Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," kata JPU saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (12/4).
Menurut JPU, pemberian uang sebesar Rp 1,9 miliar itu baru sebagian dari Rp 6 miliar yang dijanjikan Rajamohanan kepada Handang. Merujuk surat dakwaan, sejumlah persoalan pajak PT EKP antara lain pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) dan surat tagihan pajak dan pertambahan nilai (STP PPN).
Selain itu, ada pula masalah penolakan pengampunan pajak (tax amnesty), pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak (PKP) dan pemeriksaan bukti permulaan pada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA) Kalibata dan Kantor Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus.
Salah satunya terkait restitusi pajak periode Januari 2012 hingga Desember 2014 sebesar Rp 3,5 miliar. Permohonan atas restitusi itu kemudian diajukan pada 26 Agustus 2015 ke KPP PMA Enam.
Namun, permohonan restitusi itu ditolak karena PT EKP ternyata memiliki tunggakan pajak sebagaimana tercantum dalam STP PPN tanggal 6 September 2016. Tunggakan itu sebesar Rp 52,3 miliar untuk masa pajak Desember 2014, dan Rp 26,4 miliar untuk masa pajak Desember 2015.
KPP PMA VI juga mengeluarkan surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) PT EKP. Sebab, PT EKP diduga tidak menggunakan PKP sesuai ketentuan, sehingga ada indikasi restitusi yang diajukan tidak sebagaimana semestinya.