Pelaku Industri Film Tidak Kompak
Respons soal Larangan Film Impor di IndonesiaRabu, 11 Mei 2011 – 07:30 WIB
Jika disebut sebagai sumber inspirasi, sineas lokal tidak harus nonton lewat layar bioskop. Sebab, tidak bisa dipungkiri film-film yang dikeluarkan rumah produksi dalam bendera MPAA sudah beredar luas di pasaran DVD bajakannya. Kecemasan yang timbul di pengusaha perbioskopan, menurut Deddy, adalah bentuk ketidaksiapan membanguan kembali kebiasaan menonton masyarakat.
Deddy menjelaskan, selama ini kebiasaan penonton Indonesia terbentuk karena setiap hari disuguhi film-film yang didistribusikan MPAA. Dengan pemboikotan oleh MPAA itu, menudur Deddy film asing bakal lebih bervariasi. Misalnya dari Thailand, India, Tiongkok, dan Eropa.
Pendapat serupa disampaikan pemilik rumah produksi Mata Sinema, Dian Eka, mengaku mendukung pembatasan peredaran film impor. Dia menilai ada ketidakadilan karena pajak dan bea masuk film asing rata-rata hanya Rp 2 juta per judul film. "Dengan Rp 2 juta, mereka bisa mengeruk keuntungan miliaran rupiah. Sementara di Filipina, bea masuk satu judul film Rp 30 juta," tutur Dian.