Pelaku Industri Film Tidak Kompak
Respons soal Larangan Film Impor di IndonesiaRabu, 11 Mei 2011 – 07:30 WIB
"Di luar udah mulai demam Thorgasm gara-gara Thor. Kita di sini masih Poconggasm sejak tahun 1980. Gini aja, kita bikin film Transformer Setan, pocong bisa transform jadi kuntilanak, tuyul," sambung alumni Teknik Penerbangan ITB ini. Menurut penulis skenario sekaligus sutradara Quickie Express dan Jakarta Undercover ini, pemerintah seharusnya memfasilitasi masyarakat mengakses film bermutu, baik lokal maupun asing, di bioskop, karena film adalah media pendidikan yang murah untuk rakyat. "Kasian sekali kita. Mau nonton film di bioskop aja susah," tambah mantan wartawan The Jakarta Post ini.
Pendapat yang relatif netral disampaikan sutradara Rumah Tanpa Jendela, Aditya Gumay. Dia menilai pelarangan peredaran film impor tidak terlalu berpengaruh terhadap pangsa pasar film lokal di bioskop Indonesia. Pasalnya, pangsa pasar bioskop di Indonesia sudah terbentuk sejak lama, selain itu film asing dan film lokal juga sudah punya penggemar masing-masing. (wan/iro)