Pelayanan RSUP Adam Malik, Belum Sembuh Disuruh Pulang
jpnn.com - MEDAN - Buruknya pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H Adam Malik Medan kembali disorot. Kali ini, Eddy Bangun, warga Kecamatan Medan Tuntungan yang mengeluhkan hal tersebut.
Kepada Sumut Pos (JPNN Grup), ia menyampaikan keluhannya. Dikatakan Eddy, ada beberapa persoalan yang dirasakannya kala berobat di rumah sakit milik Kementerian Kesehatan itu. Salah satunya soal jangka waktu resep obat yang harus diambil ke apotek pascapengobatan. Padahal diakui Eddy dirinya merupakan salah satu peserta BPJS.
“Saya peserta askes yang berobat ke RSUP Haji Adam Malik. Dimana mau ambil obat ke dokter yang sudah diresepkan untuk satu bulan. Kemudian saya kasih resep obat itu ke Apotek Adam Malik, namun nyatanya setelah obat itu saya terima, masa obat itu tidak sampai masa satu bulan, tapi hanya 1 minggu saja. Biasanya kan waktunya itu diberikan 1 bulan. Berarti obat 3 minggu itu kemana? Sepertinya pihak rumah sakit sudah melakukan korupsi obat dengan kongkalikong bersama pihak apotek," kesal Eddy Bangun kepada Sumut Pos di Medan, Kamis (16/10).
Dia mengaku sebelumnya persoalan ini telah disampaikan ke redaksi Harian Sumut Pos untuk dimuat di rubrik Publik Interaktif. Tak hanya Eddy, putrinya bernama Desfrina Natalia Bangun (22), juga mengalami nasib serupa.
Ironinya, dalam pengambilan kebijakan diagnosa pascaopname, ada perbedaan pendapat antara dokter periksa dengan kepala BPJS. Walhasil, pendapat kepala BPJS lebih diindahkan dan mau tidak mau ia memindahkan sang buah hati ke RS Boloni di Jl Mongonsidi Medan.
“Kejadian ini sebenarnya sudah sejak 6 bulan yang lalu. Jadi dia diopname akibat sakit pada lambungnya di ruang Rindu A RSUP Adam Malik. Padahal anak saya juga peserta askes BPJS. Masa seperti itu pelayanan mereka gara-gara perbedaan pendapat antara dokter dan kepala BPJS,” katanya.
dr Suryadi yang memeriksa anaknya itu, sebut Eddy, mengatakan pasien harus indeskopi (pemeriksaan ke lambung). Namun seketika ketua BPJS tidak setuju dengan beralasan salah diagnosa.
“Padahal bukan dia yang memeriksa, tapi kenapa pula dia bisa rekomendasi hal itu. Jadi terpaksa saya memindahkan anak saya ke RS Boloni dengan mengeluarkan biaya perobatan Rp 1,5 juta lebih,” keluhnya. “Jadi apa artinya kita peserta askes BPJS? Tapi lantaran waktu itu anak saya sedang sakit, jadi saya malas untuk ribut-ribut,” tambah dia.