Pelibatan TNI Harus Diatur Spesifik Dalam Perpres
jpnn.com, JAKARTA - Anggota Pansus Revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Terorisme) Nasir Djamil mengatakan pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme merupakan kenisyaan. Tetapi, kata Nasir, pelibatan TNI harus lebih diatur secara spesifik dalam Perpres.
“Namun kemudian, tim Pansus menyadari bahwa pelibatan militer harus dilakukan secara spesifik, dan dengan persyaratan tertentu,” kata Nasir Djamil dalam diskusi bertema “Nasib RUU Terorisme” di komplek parlemen, Jakarta, Selasa (3/10/2017).
Terkait pelibatan TNI, Nasir menyetir pendapat Menkopolhukam bahwa pengaturan keterlibatan TNI akan diatur lebih lanjut dengan Perpres, yakni akan mengatur prasyarat kondisi, mekanisme, prosedur, anggaran, legitimasi waktu, maupun kendali komando.
Lebih lanjut, Nasir menjelaskan, pelibatan TNI harus diatur Perpres karena UU TNI Nomor 34 tahun 2004 disebutkan bahwa untuk menjalankan tugas pokoknya yakni kedaulatan negara dan menjaga keutuhan wilayah negara, maka TNI menjalankan tugas operasi militer untuk perang dan tugas operasi milter selain perang.
Selain itu, adanya pelibatan TNI juga tergantung dari situasi keamanan nasional ketika mengancam keamanan negara dan juga ada keputusan politik presiden.
"Nah yang perlu digaris bawahi adalah pelaksanaan kedua tugas tersebut harus didasarkan kebijakan dan keputusan politik presiden," ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Imparsial Al Araf menilai pelibatan militer tidak perlu diatur dalam UU Terorisme karena sudah ada UU TNI.
Menurutnya, akan lebih tepat jika pelibatan cukup mengacu pada UU TNI. Langkah lainnya ialah pemerintah dan DPR membentuk undang-undang perbantuan sebagai aturan main lebih lanjut, untuk menjabarkan seberapa jauh dan dalam situasi apa militer dapat terlibat dalam operasi selain perang mengatasi terorisme.