Pembakaran Rumah Kampung Pemasang Ranjau
jpnn.com - PERGOLAKAN yang terjadi semasa Agresi Militer I dan II yang tidak hanya terjadi di Jawa Tengah. Di sejumlah daerah di Jawa Timur seperti Malang dan Nganjuk pun peristiwanya hampir sama. Banyak daerah yang berupaya diluluhlantakan oleh Belanda karena dianggap sebagai ancaman.
---
Pembunuhan massal di Jawa Timur banyak terjadi di wilayah Kabupaten Malang. Wilayah tersebut menjadi kawasan Brigade Marinir. Salah satu lokasi yang banyak menjadi sasaran kemarahan Belanda ialah Kabupaten Malang.
Di sana ada tiga desa yang warganya pernah menjadi sasaran kemarahan militer Belanda. Yakni, desa Sutojayan (kecamatan Pakisaji), Sumberejo, dan Peniwen, (Kromengan). Salah satu saksi sekaligus korban yang masih hidup dari peristiwa di Malang itu ialah Prada Yasman. Dia mengatakan saat itu Belanda melakukan pembakaran kampung dan eksekusi warga yang dianggap membahayakan.
Dia termasuk yang diculik dan disekap dengan cara berpindah-pindah hingga 13 bulan. ’’Saya mengalami disetrum menggunakan kumparan dinamo, dipukul dan disekam di dalam ruangan 1 x 1,5 meter,’’ papar pria 94 tahun itu.
Alat setrum yang digunakan Belanda untuk menyiksa Jasman dan sejumlah tentara dan warga ialah mirip semacam radio lapangan dengan kumparan sebagai tenaga listriknya. Alat tersebut tanpa baterai, cara penggunaannya dengan cara memutar tuas pengengkol sehingga didapatkan arus listrik, semakin cepat putaran maka semakin besar pula arus yang dihasilkan.
Penggunaan alat tersebut ialah dengan memasang pada jari seorang yang akan disetrum. Luka bekas setrum itu kini masih membekas pada tubuh lusu Jasman. "Saat itu saya bersama 36 pemuda lainnya ditangkap. Disiksa cara dihajar, dipukuli dengan gagang cangkul dan terakhir selalu disetrum. Kalau bisa memilih mending saya dipukuli dengan gagang cangkul,’’ kenangnya.
Siksaan itu dilakukan agar Jasman dan para pemuda yang diculik mengaku sebagia TNI. Jasman mengatakn dirinya bukan TNI. Namun waktu itu didesa orang menyebutnya sebagai anggota TKR atau BKR. ’’Saya memang anggota TKR dengan pangkat prajurit dua, kalau ditempat lain sudah ganti nama jadi TNI ya saya ga tau. Dan saat itu saya juga sudah tidak ikut perang karena tidak ada pertempuran di area sutojayan. Tapi saya tetap disuruh ngaku sebagai tentara,’’ paparnya.