Pemuda Muhammadiyah: Kita Harus Ajarkan India Cara Mengelola Perbedaan
jpnn.com, JAKARTA - Ketua bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah, Razikin, ikut merespons kerusuhan yang terjadi di India. Menurut Razikin, kekerasan atas nama agama yang terjadi di India hari-hari ini membah daftar panjang konflik dengan sentimen agama di Negara tersebut.
"Kekerasan komunal bukanlah sebuah isu baru di India. Kita tahu India merupakan salah satu negara yang memiliki keberagaman etnik, budaya, bahasa dan agama yang sangat tinggi, karena itu konflik komunal sangat rentan terjadi," kata Rzaikin kepada jpnn.com, Sabtu (29/2).
Tidak terkecuali kekerasan komunal antara masyarakat Hindu, yang merupakan agama mayoritas masyarakat India dengan masyarakat Muslim. Populasi Muslim saat ini berjumlah sekitar 15% dari total populasi India dan menjadikannya sebagai kelompok minoritas terbesar di negara itu.
Dia menyinggung bahwa konflik komunal yang melibatkan Muslim dan Hindu terjadi sejak 1950 hinga sekarang, sudah menelan korban jiwa sekitar 2.000 orang. Salah satunya terjadi pada tahun 1992- 1993, melalui kampanye peruntuhan Masjid Babri di Ayodhya, Uttar Pradesh yang diorganisir oleh kelompok nasionalis Hindu.
"Kelompok nasionalis Hindu tersebut bergerak untuk membangun Kuil Rama yang diyakini telah dihancurkan oleh Kesultanan Babur untuk didirikan Masjid Babri," jelasnya.
Razikin yang juga alumni Universitas Indonesia ini menambahkan, melihat konflik yang terjadi sekarang di India telah ditunggangi oleh kepentingan politik. Kelompok mayoritas Hindu, katanya, sampai hari ini masih mencurigai kelompok Muslim tidak memiliki semangat nasionalisme India.
Bahkan, ada ruduhan bahwa kelompok Muslim India itu pro Pakistan. Hal itu tercermin dalam Citizienship Amendement Bill (CAB). Di mana kelihatannya nasionalisme Hindu mendorong India sebagai Negara Hindu dan kelompok muslim terancam kehilangan kewarganeraan.
Dalam konteks itu, Pemerintah Indonesia harus mengambil langkah-langkah diplomatik dengan pemerintah India.