PENA 98: Jangan Serahkan Indonesia ke Tangan Orang Berlumuran Darah
jpnn.com, JAKARTA - Persatuan Nasional Aktivis 1998 (PENA 98) DKI Jakarta menilai pemimpin Indonesia harus bersih dari catatan kelam pelanggaran hak asasi manusia dan dosa–dosa masa lalu. Karena itu PENA 98 dengan tegas menolak calon presiden pelanggar HAM.
"Kami menolak karena keterkaitan bahkan keterlibatan capres dalam kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu akan menjadi contoh buruk, bahkan ancaman bagi masa depan demokrasi, negara dan rakyat Indonesia," ujar Presidium Nasional PENA 98 DKI Jakarta Fendy Mugni, di Jakarta, Kamis (14/3).
Fendy menegaskan, pihaknya mengeluarkan pernyataan sikap karena tak ingin generasi penerus bangsa ke depan mengalami peristiwa-peristiwa berdarah, penculikan, intimidasi, teror dan penindasan serta pelanggaran-pelanggaran HAM lain yang terjadi di masa lalu.
BACA JUGA: Arief Poyuono: Ingat Jenderal, Siapa Menabur Dia akan Menuai
"Kami tidak sudi, bangsa ini mengotori sejarahnya dengan membenarkan pelanggar HAM terbebas dari hukuman dan bahkan dibiarkan menjadi pemimpin di negeri ini," ucapnya.
PENA 98 juga menyatakan tidak mau masa depan bangsa Indonesia diserahkan ke tangan orang yang berlumuran darah saudaranya sendiri.
"Kami ingin anak-anak kami, generasi muda saat ini bisa mewarisi negeri yang mampu memberikan keadilan, menegakkan hak asasi manusia dan terbebas dari mimpi buruk masa lalu," katanya.
Dalam pernyataan sikap PENA 98 juga menyatakan menolak capres tuan tanah. Alasannya, pemimpin Indonesia bukan dari segelintir orang yang menguasai lahan untuk kepentingan sendiri di tengah kemiskinan jutaan orang lainnya.