Penahanan IRT Akhirnya Ditangguhkan, Gus Jazil: Hukum Jangan Hanya Tajam ke Bawah
“Semestinya kasus seperti ini bisa dijadikan contoh untuk penerapan restorative justice yang sekarang sudah diatur melalui peraturan Kejaksaan Agung. Kami berharap Jaksa Agung supaya ada pembinaan kepada aparaturnya agar apa yang menjadi niat baik Jaksa Agung agar hukum memberikan rasa keadilan, tidak hanya tajam ke bawah itu juga diimplementasikan oleh aparaturnya yang ada di bawah," tutur Gus Jazil.
Dia berharap semua aparatur penegak hukum agar tidak menerapkan pola penegakan hukum yang secara kasat mata melukai rasa keadilan.
"Belum tentu apa namanya orang itu tidak bersalah, kita pasti ada proses hukumnya. Tetapi jangan terlalu. Jangan terlihat sangat agresif untuk kasus-kasus yang kecil, tetapi pelakunya itu kelompok lemah, ibu-ibu, orang tua renta seperti kasus Nenek Minah yang dihukum hanya karena memetik tiga buah kakau, itu semakin memperlihatkan wajah hukum yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah," katanya.
Karena itu, Gus Jazil berpesan agar revisi undang-undang Kejaksaan yang baru supaya lebih tegas penerapannya, termasuk juga hukum acara pidananya.
“Sekarang yang perlu diperlihatkan oleh aparat penegak hukum bahwa hukum itu mendasarkan pada rasa keadilan. Kalau korban ibu-ibu masih menyusui dipaksa ditahan, kemudian dibawa ke penjara dan terpaksa membawa anaknya, dimana rasa keadilannya?" katanya.
Gus Jazil menegaskan bahwa hal tersebut menunjukkan hal itu sebagai salah satu contoh gagalnya pemahaman dari aparat penegak hukum untuk menerapkan restorative justice.
Diketahui, empat perempuan asal Desa Wajageseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, harus mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Praya sejak Rabu (17/2/2021). Mereka ditahan karena dilaporkan melempar pabrik tembakau UD Mawar, milik Suhardi di Kecamatan Batukliang, Lombok Tengah pada 26 Desember 2020.
Akibat aksi pelemparan batu itu, pabrik rokok itu disebut menderita kerugian Rp 4,5 juta.