Penderita Hemofilia Mengharapkan Akses Obat Diperluas
jpnn.com, JAKARTA - Di tengah situasi pandemi ini, ada sebagian orang yang merasa sangat menderita akibat penyakit hemofilia. Tubuh tergeletak, sulit bergerak hingga darah sering mengucur mendadak dari tubuh. Tak terbayangkan, seperti apa rasa sakit yang dialami para penderita ini.
Penderita hemofilia sebenarnya sudah mendapatkan bantuan dari pemerintah melalui BPJS Kesehatan. Namun, tanggungan tersebut belum bisa mencukupi kebutuhan mereka.
Kondisi mereka yang dapat mengalami pendarahan kapan saja sebenarnya mengharuskan adanya persediaan obat yang siap diakses kapan saja. Sayang, kebijakan yang berlaku tidak mengizinkan untuk menyetok obat.
Permasalahan-permasalahan tersebut diungkapkan anggota keluarga dua pengidap hemofilia akut. Sebut saja Mas Pur (31) dan Aryo (13).
Rani (41) adalah kakak yang bertanggung jawab atas kondisi Mas Pur. Sang adik baru diketahui menderita hemofilia saat usianya sekitar 5 tahun pada 1995. Di era itu, penyakit hemofilia belum ada obatnya.
"Jadi pengobatannya cuma dikasih yang ada pada saat itu. Secara otomatis, pendarahannya sulit berhenti karena penyakit hemofilia itu sakitnya pendarahan, tetapi tidak bisa berhenti atau sulit diberhentikan," papar Rani, belum lama ini.
Pendarahan itu pun bisa terjadi setiap waktu, terkadang berupa pendarahan kecil, kadang pendarahan besar, dan yang terjadi di dalam tubuh.
Setiap kali darahnya keluar, Mas Pur merintih kesakitan. Bayangkan saja, rasanya darah mengucur dari dalam tubuh melalui kulit itu sakit sekali.