Pendukung Ahok-Djarot Kurang Militan, Bagaimana Usung Jokowi 2019?
jpnn.com, JAKARTA - Suhu politik di DKI Jakarta langsung menurun begitu hasil quick count sejumlah lembaga survei menunjukkan pasangan Anies-Sandi menang dengan selisih suara signifikan.
Pasangan Ahok-Djarot yang diusung oleh partai-partai politik pendukung pemerintah, yakni PDI-P, Golkar, Nasdem, Hanura, dan PPP, harus mengakui kekalahan ini.
Wakil Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia Girindra Sandino menyebut, setidaknya ada beberapa faktor penyebab kekalahan Ahok-Djarot di putaran kedua Pilkada DKI Jakarta.
Pertama, bahwa strategi pendukung Anis-Sandi yang menggerakkan masyarakat untuk membentengi diri di beberapa wilayah rawan sebar sembako dan politik uang cukup efektif, walau memang terlihat intimidatif.
“Namun dapat dipahami, oleh karena krisis kepercayaan mereka terhadap penyelenggara, khususnya pengawas yang kurang memiliki daya jangkau yang luas dan pasukan yang tidak banyak (untuk mengawasi bagi-bagi sembako, red). Juga kecurigaan warga pendukung Anis-Sandi yang mungkin menduga bahwa dikhawatirkan aparat kurang menjaga netralitasnya,” ujar Girindra dalam keterangan tertulisnya, Jumat (20/4).
Kedua, mesin partai politik pendukung Ahok-Djarot kurang memiliki militansi dan tidak berjalan di banding lawannya yang berhasil merebut hati pemilih warga DKI Jakarta, serta mudah terlena.
“Hal ini harus menjadi perhatian dan evaluasi serta koreksi dari parpol pendukung pemerintah, jika nanti kembali mencalonkan Presiden Joko Widodo sebagai calon presiden dalam Pemilihan Presiden pada tahun 2019. Tidak tertutup kemungkinan hal-hal seperti ini akan terulang di Pilpres 2019,” terangnya.
Ketiga, da beberapa sebagian relawan yang mendukung Presiden Jokowi, baik pada saat pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur tahun 2012 maupun dalam pemilihan presiden tahun 2014, berbalik mendukung lawannya, karena merasa ditinggalkan, hanya beberapa kelompok saja yang diakomodir.