Peneliti LP3ES: Idulfitri di Indonesia Dicontoh Negara Lain
jpnn.com - JAKARTA – Perayaan hari raya Idulfitri atau Lebaran sejatinya harus digunakan untuk mempersatukan diri dari berbagai macam perpecahan yang terjadi selama ini.
Bukan mengumbar aksi kekerasan seperti aksi bom bunuh diri di Mapolres Solo, juga bom-bom lain menjelang Idulfitri di Masjid Nabawi, Baghdad, dan Bandara Istanbul.
“Di Indonesia momentum perayaan hari raya Idulfitri menunjukkan adanya persatuan antara keluarga, kerabat, kampung, negara dan juga agama. Jadi jangan Idulfitri dijadikan momentum untuk mengajarkan kekerasan ataupun perpecahan antarsesama umat, seperti yang dilakukan kelompok-kelompok radikal,” ujar peneliti Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Adnan Anwar, Jumat (15/7).
Pria yang juga tokoh pemuda Nahdlatul Ulama (NU) ini mengatakan, dalam agama Islam sendiri tidak pernah mengajarkan kebencian ataupun kekerasan yang tentunya dapat merusak fondasi persatuan bangsa.
“Agama Islam yang rahmatan lil ialamin ini mengajarkan kepada umatnya bagaimana pentingnya menjaga persatuan dan menjalin silaturahmi antar sesama umat,” ujar pria yang pernah menjabat sebagai Wakil Sekjen PBNU ini.
Sementara Islam yang dijadikan 'kendaraan' oleh kelompok tertentu untuk melakukan kekerasan, menurutnya telah disalah tafsirkan dengan mengajarkan perpecahan dan kebencian. Termasuk kepada umat Islam yang tidak sepaham dan dianggap kafir.
“Kekerasan ini yang keliru dan salah tapi tetap diikuti oleh orang-orang yang beraliran keras dan tidak mengerti Islam sebenarnya. Seperti bom bunuh diri di Polres Solo beberapa hari lalu sehari sebelum lebaran. Padahal agama Islam itu sangat mengajarkan kedamaian, toleransi dan kasih sayang antar sesama umat lainnya,” sesal Adnan.
Dijelaskan alumnus Fisip Universitas Airlangga Surabaya ini, sejatinya Idulfitri juga bisa diartikan sebagai puncak dari pelaksanaan ibadah puasa di bulan Ramadhan.