Penerapan Bagasi Berbayar Sudah Sesuai Aturan?
jpnn.com, JAKARTA - Polemik bagasi berbayar di penerbangan berbiaya rendah atau biasa disebut Low Cost Carrier (LCC) saat ini masih jadi polemik.
Pengamat Transportasi, Alvin Lie menyarankan supaya masalah bagasi berbayar coba tidak hanya dilihat dari persektif aturan di Indonesia saja, namun dari aturan internasional.
Di mana dalam resolusi International Air Transport Association (IATA) nomor 302 tahun 2011 yang ditegaskan bahwa maskapai diberikan kebebasan untuk menentukan sendiri kebijakan bagasi.
"Diaturan tersebut disebutkan mulai dari membebaskan biaya bagasi seluruhnya, sebagian ataupun mengenakan biaya pada bagasi yang dibawa oleh penumpang. Tidak hanya itu, kewanangan pengenaan biaya tersebut juga boleh dengan penentuan tarif berdasarkan biaya per kilogram, biaya berdasarkan sektor, biaya sama rata dan sebagainya," katanya.
Jika dilihat di dalam negeri, tambah Alvin, memang sejak dulu tidak diatur, maskapai bebas menentukan sendiri.
Bahkan di Peraturan Menteri (Permenhub) nomor 185 tahun 2015 ditegaskan bahwa maskapai berbiaya rendah atau no frill boleh menerapkan bagasi berbayar atau tanpa bagasi gratis. Sedangkan untuk maskapai dengan kategori medium service dapat memberikan bagasi gratis hingga 15 kilogram. Lalu untuk full service maksimal 20 kilogram.
"Jadi terkait penerapan bagasi berbayar oleh maskapai LCC jika dilihat dari aturan yang ada, baik internasional atau Indonesia tidak menyalahi aturan yang ada. Sebab maskapai berhak untuk itu. Dan untuk ini para maskapai tersebut juga telah melaporkan terkait rencana pemberlakukan bagasi berbayar dan juga telah melakukan sosialisasi," katanya.
Alvin juga mengakui di Indonesia pemberlakukan bagasi berbayar ini menimbulkan polemik dan sempat terjadi penolakan, hal tersebut karena konsumen penerbangan di Indonesia telah lama dimanjakan dengan pemberian bagasi cuma-cuma dan ini merupakan perubahan yang pahit.