Penerbitan Perppu Ormas tak Memenuhi 3 Syarat Kondisi
Pasal 61 Perppu Ormas memungkinkan pemerintah secara sepihak mencabut status badan hukum ormas tanpa didahului proses pemeriksaan di pengadilan.
Padahal, proses itu penting untuk menjamin prinsip due process of law yang memberikan ruang kepada ormas untuk membela diri dan memberikan kesempatan bagi hakim untuk mendengar argumentasi para pihak berperkara secara adil.
Mekanisme ini, jelas dia, juga mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pemerintah dalam membubarkan ormas.
Dengan kata lain, lanjut Rizky, Perppu Ormas telah menempatkan posisi negara kembali berhadap-hadapan dengan organisasi masyarakat sipil, sama seperti yang terjadi pada masa Orde Baru.
Ia mengingatkan, pembubaran ormas tanpa melalui jalur pengadilan terakhir kali terjadi saat pemerintah Orde Bar melalui UU 8/1985. Pemerintah membubarkan secara sepihak organisasi Pemuda Islam Indonesia (PII) dan Gerakan Pemuda Marhaen (GPM) pada 1987.
"Ketentuan itu sangat problematik karena memungkinkan negara untuk menghukum orang bukan karena tindakan pidana yang dilakukan, melainkan karena status keanggotaan di dalam sebuah ormas," kritiknya.
Demi menghindari situasi yang kontraproduktif terhadap perkembangan demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia, tegas Rizky, PSHK mendorong DPR untuk menolak Perppu 2/2017 dalam masa sidang berikutnya.
"Selain itu, tanpa perlu menunggu proses pembahasan Perppu Ormas di DPR, upaya kalangan masyarakat sipil untuk mengajukan permohonan pengujian Perppu Ormas ke Mahkamah Konstitusi juga harus terus didorong," imbuhnya. (wid/jpg/jpnn)