Penerbitan SPDP Pimpinan KPK Sudah Sesuai Mekanisme Hukum
jpnn.com, JAKARTA - Ombudsman RI akhirnya angkat suara terkait polemik Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) pimpinan KPK yang telah ditetapkan oleh Bareskrim Polri.
Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala memastikan penyidikan perkara yang diduga melibatkan pimpinan KPK, sudah dimulai dengan keluarnya SPDP dan tidak bisa dihentikan, karena sudah melalui tahapan penyelidikan dan sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku, dalam hal ini KUHP dan KUHAP.
“Kalau sudah SPDP, sudah susah ini, sudah kalang kabut, karena kalau misalnya dihentikan, bahkan permintaan Presiden ga bisa, pasti Ombudsman akan marah, Kompolnas akan marah, karena tadi, secara hukum sudah jalan ini,” kata Adrianus saat dihubungi, Senin (13/11/2017).
Adrianus kembali menegaskan bahwa penyidik Bareskrim Polri sudah bekerja sesuai mekanisme hukum dalam menerbitkan SPDP tersebut. Dia menilai penyidik yang menerbitkan SPDP tersebut independen.
“Lalu diberikan pula ke Heri Nahak (Dirtipidum Bareskrim Polri), Heri Nahak dia tidak pakai sistem politik, dia pakai sistem hukum saja, maka dia terbitkanlah itu, dikirimkanlah ke Kejaksaan,” ujarnya.
Andrianus Meliala yang dikenal sebagai Kriminolog UI menambahkan, SPDP tersebut diterbitkan karena pasti sudah memiliki fakta bukti.
Jika tidak memiliki dua alat bukti yang cukup, penyidik tidak akan mengeluarkan SPDP terhadap Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.
“Soal benar atau tidaknya, pertimbangan penyidik di uji nanti oleh Jaksa kan begitu. Jaksa nanti diuji lagi oleh hakim, jadi saya kira ini soal pertaruhan profesional, jadi menurut saya, ya ga usah dibawa ke lain-lain, SPDP ini akan saling menguji sendiri nantinya,” tandasnya.