Pengemudi Ojek Online: Kami Tidak Bisa Berbuat Apa – apa
Kendati hanya bisa pasrah, Sukadi tidak dapat menutupi rasa kecewanya. Apalagi, warga asli Blitar itu gabung Grab sejak 2016 lalu. Di Ngawi sendiri, Grab mulai masuk dan berkembang pesat sejak Januari 2018.
Terakhir, jumlah pengemudinya mencapai 300-an orang. Sedangkan orderan menyentuh 1.000 hingga 1.500 setiap hari, baik untuk Grab Bike, Grab Car, maupun Grab Food. ‘’Apapun alasannya kami ya harus menerimanya, tapi sangat disayangkan saja,’’ ungkapnya.
Lebih mengecewakan lagi, lanjut Sukadi, semua saldo yang dimiliki para mantan pengemudi Grab itu ikut hangus saat mereka diputus kemitraannya. Padahal, pada saldo tersebut bukan hanya berisi bonus pengemudi dari pihak perusahaan selama bekerja sama.
Tapi juga terdapat penghasilan sah para pengemudi Grab ketika menerima orderan dengan model pembayaran transaksi nontunai. ‘’Setelah diputus ya tidak bisa dicairkan,’’ keluhnya.
Selama ini, setiap pengemudi memiliki saldo dengan nilai berbeda. Ada yang hanya Rp 100-an ribu, ada pula yang mencapai RP 1 juta lebih. Duit yang masuk dalam saldo tersebut selain dari pembayaran nontunai pelanggan, juga dari bonus yang diberikan perusahaan atas kerjasama mereka selama ini.
Yang dikhawatirkan para pengemudi, pemutusan kemitraan sepihak secara masal itu hanya dimanfaatkan oleh oknum perusahaan yang ingin mengambil saldo tersebut. ‘’Kami tidak tahu pastinya, tapi dulu sepertinya pernah juga terjadi hal semacam itu,’’ ungkapnya.
Mengenai nasib mereka ke depan, Sukadi mengaku sudah mengadukan masalah ini ke DPRD Ngawi. Sukadi bersama perwakilan lain telah menemui Ketua DPRD Ngawi Dwi Rianto Jatmiko, Selasa lalu (14/5).
BACA JUGA: Pengakuan Mengejutkan Eks Wabup: Tidak Pernah Bicara dengan Bupati
Kebetulan dalam pertemuan itu juga hadir dari pihak dinas perhubungan setempat. ‘’Intinya kami diminta melupakan yang sudah, dan dijanjikan bakal dibantu untuk mendapatkan pekerjaan baru,’’ ungkapnya. (tif/isd)