Peran Silent Majority Dalam Kemenangan Jokowi
Wahyudi mengatakan militansi dan agresivitas yang ditunjukan oleh tim sukses dan pendukung kubu Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno dalam menanggapi fitnah dan hoax tersebut justru telah menjadi senjata makan tuan yang akhirnya justru menggembosi perolehan suara kubu mereka sendiri.
"Hoax-hoax ini banyak beredar di WAG dan itu sangat marak, pada satu sisi pendukung tim 02 itu sangat militant dan agresif. Dan itu mereka perlihatkan terus dengan biasanya terus kirim materi. Ini menciptakan semacam kemuakkan di kalangan pendukung 01 maupun mereka yang belum menentukan pilihan (swing voter)." katanya.
"Pemilih yang tahu kinerja Jokowi biasanya memilih menyimak saja (silent reader). Dan kemuakan itu mereka tunjukan dengan meningkatkan partisipasi politik. Mereka membalasnya di bilik di TPS." tambahnya.
Wahyudi mengatakan model perlawan silent majority ini tidak lepas dari karakter masyarakat Indonesia yang tidak begitu menyukai konfrontasi terbuka.
"Ini memang tipikal orang Indonesia, khususnya orang Jawa dan beberapa kota lain memang mereka kalau tidak suka biasanya diam, tidak mau menghadapi atau berdebat langsung," tukasnya.
Sepanjang masa kampanye pilpres 2019 yang berlangsung selama 8 bulan sejak September lalu ini, bermunculan fitnah dan hoax di masyarakat terutama di internet dan media sosial.
Sejumlah survey menyimpulkan serangan fitnah dan hoax itu lebih banyak ditujukan ke pasangan calon dari kubu petahana Joko Widodo dan Ma'ruf Amin.