Perekonomian Bali di Ambang Krisis, Ini Ulasannya
Dhiva mengaku, selama tahun 2015 hasil penjualannya merosot tajam. Alhasil, target yang dipatok pun meleset. Dia pun harus menurunkan harga. Seperti yang dicontohkannya, untuk satu unit rumah yang berlokasi di pinggir Kota Denpasar, Dhiva mengaku harus menurunkan harga jual rumah hingga 20 persen. Dari harga normal di kisaran Rp 850 juta harus diturunkan menjadi Rp 800 juta per unitnya.
Selain menurunkan harga hingga 20 persen, unit yang terjual diakui Dhiva juga mengalami penurunan. Pada akhir tahun 2014, penjualan unit bisa mencapai 3 unit per bulan, namun selama tahun 2015 penjualan unit per bulannya mengalami penurunan. Dalam waktu empat bulan hanya bisa menjual tiga unit rumah.
“Harganya terpaksa diturunkan karena jika tidak maka kami tidak bisa memutar uang sehingga akan berdampak pada proyek lainnya,” tambahnya.
Sementara itu, Made Resmini, salah seorang pelaku UMKM di Denpasar juga mengakui dampak buruk dari pertumbuhan ekonomi Bali saat ini. “Pasalnya pelaku industri ini sangat tergantung pada pasokan produk bahan baku yang harganya mengalami kenaikan cukup tinggi,” ungkap pelaku UMKM yang bergerak di bisnis kuliner ini.
Resmini mengaku sangat merasakan dampak harga-harga komoditas bahan pokok yang flktuatif. Naik turunnya begitu cepat. Misalnya beras, bumbu dapur, serta daging ayam dan sapi. (kusuma yuni/aim)