Perekonomian Bali di Ambang Krisis, Ini Ulasannya
Selain sektor UMKM, pemerintah diharapkan juga harus mampu memberikan perhatian untuk sektor pertanian. Hal ini dikatakannya karena sektor pertanian ini menjadi sektor utama bagi sektor pangan di Bali.
Dengan adanya revitalisasi di sektor pertanian ini, maka sektor konsumsi di Bali tidak akan menjadi penyebab meningkatnya laju inflasi Bali. Hal ini karena ketersediaan bahan pangan yang sudah mencukupi sehingga kestabilan harga dikatakannya bisa tetap terjaga.
Lebih jauh, Alit juga menyebut, mata uang rupiah yang makin tak berdaya melawan dolar Amerika (USD) juga makin memperburuk keadaan. Untuk diketahui, saat ini rupiah nyaris menyentuh angka Rp 14 ribu per USD atau berada pada kisaran Rp 13.800.
Menurut Alit, menguatnya nilai tukar USD berpotensi merugikan perekonomian Bali. “Hal ini karena transaksi kita sudah harus dilakukan dengan rupiah, sehingga naiknya dolar saat ini hanya menguntungkan wisatawan, karena mereka bisa mengunjungi destinasi wisata selain Bali,” jelasnya.
Lanjut Alit, pelemahan rupiah juga memukul sektor industri. Pasalnya seluruh komponen industri masih tergantung pada komponen impor yang harus dibeli dengan mata uang USD. Sehingga penguatan nilai tukar ini berpotensi meningkatkan biaya produksi dan membawa dampak pada harga produk yang melambung.
Dengan naiknya harga produk ini, maka dikatakan Alit akan memicu meningkatnya laju inflasi di Bali. “Jadi menguatnya nilai tukar dolar itu tidak berdampak baik pada perekonomian Bali, malah sebaliknya, karena saat ini sektor industri di Bali masih bergantung pada komponen impor,” ungkapnya.
Kondisi itu diakui pula oleh beberapa pelaku industri di Bali. Salah satunya adalah IGNA Dhivayana. Menurut pelaku industri properti ini, pertumbuhan ekonomi Bali yang melampaui angka pertumbuhan nasional ini tidak membawa dampak pada sektor industri.
Penurunan sektor ini dikatakan Dhiva dapat dilihat dari tingkat penjualan produk properti di Denpasar yang mengalami penurunan hingga 80 persen. “Sektor properti saat ini tidak mengalami pertumbuhan, bahkan cenderung menurun hingga 80 persen,” jelasnya.