Pergulatan setelah ISIS Kalah di Iraq dan Syria
jpnn.com, BAGHDAD - Messing memandangi putranya yang masih berusia 2 bulan. Bocah itu sakit. Badannya kurus. Tapi, perempuan 29 tahun yang menjadi istri anggota ISIS tersebut tak bisa berbuat banyak. Suaminya ditahan pejuang Kurdi. Sedangkan dia dan dua anaknya kini tinggal di Kamp Al Hol, Syria, yang minim fasilitas.
Kamp itu ditempati oleh perempuan dan anak-anak ISIS. Saat Baghouz kali pertama dibombardir, "hanya" ada ribuan orang di sana.
Namun, kini kamp itu kian luas dan diperkirakan berisi sekitar 70 ribu orang. Tidak ada tempat pengobatan yang memadai di tempat tersebut. Banyak anak yang sakit dan berakhir dengan kematian. Tapi, Messing yakin anaknya bisa bertahan.
Perempuan asal Jerman itu menceritakan bahwa anak terakhirnya lahir saat Baghouz dibombardir. Messing meminta suaminya mencari bantuan, tapi tak ada seorang pun yang bisa dimintai tolong. "Saya melahirkan sendirian. Tidak ada dokter atau perawat," ujarnya. Untung, dia dan anaknya selamat.
Messing mengungkapkan, dirinya meninggalkan negaranya saat masih berusia 15 tahun. Tepatnya pada Maret 2015. Dia bergabung dengan ISIS dan menjadi istri ketiga seorang prajurit ISIS yang juga berasal dari Jerman.
Kehidupan di lingkungan ISIS yang luar biasa ketat membuat Messing tak tahan. Dia ingin pulang, tapi jalan untuk kembali masih panjang. Banyak negara yang tak mau menerima orang-orang yang pernah masuk jaringan kelompok radikal ISIS.
"Dulu ketika masih 1,5 tahun bergabung dengan ISIS, saya meminta ayah saya untuk mengirimkan penyelundup yang membantu saya keluar," terang Messing kepada jurnalis BBC.
Sayang, dia kurang beruntung. Perantara yang dikirim sang ayah tertangkap dan dibunuh. Di telepon genggamnya ada foto Messing. Seketika itu juga Messing dipenjara. Kali pertama dia dipenjara di Kota Raqqa dan yang kedua di Shaafa.