Sekitar 100 orang yang selamat termasuk 22 perawat, tentara sekutu dan perempuan sipil serta anak-anak berkumpul di Pantai Radji dan sebuah keputusan untuk menyerah sebagai tawanan perang ke Jepang-pun dibuat.
Perempuan sipil dan anak-anak dibiarkan untuk menyerahkan diri sementara perawat dan tentara, termasuk yang terluka, menunggu di pantai.
Ketika tentara Jepang tiba pada tanggal 16 Februari, rombongan itu dieksekusi, para perawat dipaksa berjalan ke air dan ditembaki dengan senapan mesin dari belakang.
Hanya satu perawat, yakni Suster Vivian Bullwinkel, yang selamat dengan berpura-pura mati.
"Pembantaian ini tak diketahui sampai Suster Bullwinkle dilepaskan dari sebuah kamp tahanan mendekati masa berakhirnya perang, karena ia hanya terluka dalam serangan tersebut dan terbaring di air," kata David Balfour-Ogilvy.
Kematian brutal dan tanpa harapan yang dialami Suster Balfour Ogilvy sangat kontras dengan semangat yang ditunjukkannya saat masih hidup.
Selama berjam-jam di air setelah tenggelamnya kapal, ia mengandalkan kemampuan renangnya -yang terasah selama masa kecil di sepanjang Sungai Murray -untuk bertahan hidup.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News