Perintah UU, Intelijen Tak Boleh Menangkap
jpnn.com - JAKARTA – Setelah kasus serangan teroris di Kawasan Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (14/1), muncul ide dari seorang pejabat yang mengatakan perlu merevisi UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Yang bersangkutan meminta agar aparat BIN mendapat kewenangan untuk ‘menangkap’ tersangka teroris.
Mengenai permintaan tersebut, anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin mengungkapkan, sesuai Pasal 6 ayat (1): fungsi intelijen adalah menyelenggarakan tiga fungsi yaitu: penyelidikan, pengamanan dan penggalangan. Dalam Pasal 6 ayat 2 dijelaskan: penyelidikan dimaksud adalah terdiri dari rangkaian upaya, kegiatan dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk mencari, menemukan dan mengolah informasi menjadi intelijen serta menyajikannya sebagai bahan masukan untuk perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan.
“Memberikan kewenangan menangkap kepada aparat BIN saat UU itu dibuat ditolak oleh komunitas publik karena bila diberi kewenangan menangkap, secara otomatis juga harus memiliki kewenangan sebagai penyidik. Dan ini bertentangan dengan KUHP,” kata TB Hasanuddin dalam pernyataannya, Senin (18/1).
Menurutnya, kewenangan menyidik dan menangkap bagi aparat intelijen dikhawatirkan akan terjadi penyalahgunaan wewenang, karena intelijen pasti bekerja secara tertutup, dan menangkap kemudian menahan seseorang secara tertutup bertentangan dengan HAM dan juga KUHAP.
Untuk itu, kewenangan BIN diberi ruang dalam pasal 34 “tidak melakukan penangkapan atau penahanan” tetapi dapat bekerja sama dengan penegak hukum terkait.
“Jadi dalam hal ini BIN dapat membentuk tim gabungan dengan unsur terkait, dan unsur terkait penegak hukum itulah nanti yang akan melakukan penangkapan,” terang politikus PDIP ini.(esy/jpnn)