Perjalanan Ockto Ryanto Parlaungan Mengejar Cita-Cita Jadi Komikus
Baru Rasakan Dapat Uang setelah Lima Tahun”Saya ingin mengajak pembaca menengok kembali sejarah dengan cara yang lebih menarik. Caranya ya dengan komik Merdeka ini,” kata Ockto ”Baringbing” Ryanto Parlaungan saat ditemui di rumahnya, Kampung Curug, Jakarta Timur, Senin (17/11).
Komik dengan tema besar sejarah perjuangan Indonesia melawah penjajah tersebut merupakan salah satu karya awal pria kelahiran Jakarta itu. Komik tersebut dicetak pada 2009 dan dipasarkan secara luas.
Perjalanan Ockto dalam berkarya tidak ditempuh dengan mudah. Jatuh bangun dirasakannya sejak kali pertama memutuskan menekuni dunia komik sesaat sebelum lulus kuliah.
Berawal dari prestasi menjadi juara pertama Pekan Komik Nasional 2006 yang diadakan UK Petra, Surabaya, Ockto langsung menancapkan cita-cita untuk menempuh jalan sepi sebagai komikus. Bersama dua rekannya sesama mahasiswa Desain Komunikasi Visual ITB, Bagus Seta dan Miftah Bayu, Ockto bertekad untuk tidak mencari pekerjaan dulu setelah lulus kuliah.
Benar saja, setelah lulus pada 2007–2008, ketiganya kemudian berkonsentrasi menghasilkan karya-karya komik. Mereka menjadikan kamar Ockto sebagai semacam workshop. Mulai Senin hingga Jumat mereka bekerja keras di kamar yang dinding-dindingnya dipenuhi poster komik tersebut.
Ockto berperan sebagai penulis cerita dan membuat storyboard (alur cerita bergambar kasar). Sedangkan dua rekannya berperan sebagai ilustrator. ’’(Pekerjaan) itu kami jalani sekitar setahun. Sebagai anak-anak muda, kami sangat menggebu-gebu waktu itu,” kenang Ockto, lalu tertawa.
Tantangan mulai mereka hadapi ketika memasuki proses publikasi karya. Beberapa penerbit yang selama ini aktif mencetak komik-komik lokal sedang berhenti produksi. ”Industri komik Indonesia ketika itu sedang redup. Kami merasa seperti lulus kuliah di saat yang salah,” kata dia.
Melihat kenyataan seperti itu, Ockto cs akhirnya mencoba jalur indie. Komik Merdeka dicetak dan diedarkan sendiri. Mereka hanya mencetak sedikit, 500 eksemplar. Tapi, pekerjaan tersebut menguras tenaga, pikiran, dan waktu. Akibatnya, rencana penerbitan komik kedua terbengkalai.