Perjalanan Ockto Ryanto Parlaungan Mengejar Cita-Cita Jadi Komikus
Baru Rasakan Dapat Uang setelah Lima Tahun”Jangan tanya balik modal atau tidak, karena sudah pasti tidak,” katanya sambil tersenyum.
Selain Merdeka, ketika itu telah siap materi komik berjudul Bocah untuk dibukukan. Namun, karena berbagai keterbatasan, termasuk dana, Bocah belum bisa dicetak. Seperti Merdeka, komik kedua bercerita seputar dunia anak dalam berbagai sekuel, juga sepenuhnya ber-setting Indonesia.
Karena tidak tahu mau diapakan komik itu, Ockto dkk akhirnya iseng mengirim dua bab materi komik ke kompetisi yang diadakan salah satu penerbit di Jepang, Kodansha. Tanpa diduga, karya mereka masuk 20 besar di antara ribuan komik yang ikut. Namun, ”prestasi” itu belum cukup untuk mengantar Bocah untuk naik cetak.
”Setelah sekitar setahun tak jelas, akhirnya kami sampai pada satu kesimpulan, mungkin belum waktunya,” kenang Ockto.
Dari pelajaran itu, ketiganya mulai berpikir untuk mencari pekerjaan normal. Mereka lalu mengirim lamaran ke perusahaan-perusahaan yang membutuhkan karyawan di bidang artistik. Ujung-ujungnya, Ockto sukses diterima di salah satu TV swasta nasional.
Ketika Ockto akan menjalani karir baru di pertelevisian, tiba-tiba terdengar kabar bahwa penerbit Koloni mulai menerima kembali karya komik dari luar. Mereka pun langsung mengirim naskah jadi Bocah dan Merdeka ke Koloni. Mereka gembira bukan kepalang karena keduanya diterima. Bahkan, kerja sama itu berlanjut ke buku seri kedua.
”Tapi, empat (buku komik) itu belum ada duitnya. Balik modal saja nggak,” tutur Ockto.
Meski seluruh biaya cetak ditanggung penerbit, penjualan komik mereka belum bisa menembus angka terendah pembagian royalti. ”Kalau bukan passion, orang pasti sudah berhenti,” katanya.