Perlu Koordinator di Tanjung Priok
jpnn.com - JAKARTA -- Direktur Eksekuitf Namarin Siswanto Rusdi menegaskan, masalah dwelling time bisa diselesaikan kalau otoritas pelabuhan cakap dalam melakukan koordinasi.
Ia mencontohkan, misalnya jika terjadi penumpukan di Terminal Peti Kemas I Tanjung Priok maka otoritas pelabuhan memberitahukan kepada operator. "Itu kerja otoritas pelabuhan, tapi tidak berjalan efektif," tegas Siswanto saat diskusi bertajuk "Ngeri-ngeri Sedap Dwelling Time", di Jakarta, Sabtu (1/8).
Contoh lain, kata dia, misalnya Bea Cukai memeriksa peti kemas jalur merah, ketika sudah selesai apakah langsung menginformasikan kepada pemilik barang. "Kalau tidak, pemilik mencari informasi dan inilah yang menjadi dwelling time," tegasnya.
Nah, kata dia, seharusnya koordinasi itu berada di tangan Kementerian Perhubungan.
Seperti diketahui, saat ini Presiden Joko Widodo ingin menurunkan dwelling time dari 5,2 hari menjadi 4,7 hari. Ada tiga proses dwelling time, yakni pre clearance, custom clearance dan post clearance.
"Permasalahan tinggal di pre clearance," timpal Ketua Umum Indonesia National Shipowners Association Carmelita Hartoto di kesempatan itu. Menurut dia, kalau pre clearance yang diharapkan itu sebenarnya sekitar 2 hari. Tapi, tegas dia, saat ini 3-4 hari. Sedangkan custom clearance antara 0,5 hari sampai 1 hari, dan bongkar muat 1 sampai 1,5 hari.
Lebih lanjut dia menegaskan, sebaiknya pemerintah menunjuk siapa yang harus berkoordinasi di sini. Menurutnya, kalau semua instansi merasa berperan akan susah untuk dikoordinasikan.
"Saya pikir Kemenhub harus mengkoordinir, atau dipilih Pak Jokowi mengkoordinasikan," kata Carmelita di kesempatan itu. (boy/jpnn)