Perlu Program Terpadu untuk Warga Binaan Lapas Perempuan
FIHRRST menyadari pentingnya keberlanjutan dari capaian program ini. Karena itu, program pelatihan selain diberikan kepada WBP, juga kepada pengelola lembaga pemasyarakatan. Pelatihan diberikan kepada petugas LP yang ditunjuk menjadi kader kesehatan mental, yang diharapkan dapat melanjutkan program penguatan kondisi psikologis dan karakter WBP di dalam LP perempuan Tangerang. Materi pelatihan itu meliputi; komunikasi efektif, layanan tanggap trauma, dan psychological first aid. Sebagai bagian dari komitmen kampus pada pengabdian kepada masyarakat; para psikolog yang juga pengajar Jurusan Psikologi, Universitas BINUS, dengan melibatkan para mahasiswa psikologi BINUS, akan melanjutkan aktivitas pemantauan dan penguatan kesehatan mental para WBP di LP Tangerang ini.
“Melibatkan organisasi masyarakat sipil dalam suatu program di lembaga pemasyarakatan akan dapat membantu menciptakan dan menjaga hubungan sehat antar WBP dan dengan lingkungan di luar lembaga pemasyarakatan, mengurangi efek buruk atas kendala terbatasnya fasilitas di dalam penjara, dan turut berpengaruh dalam memperbaiki suasana di dalam lembaga pemasyarakatan,” kata James Kallman, pendiri FIHRRST, di sela-sela acara kuliah umum “Peran Kemitraan Public-private dan Ilmu Psikologi dalam Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan’ di Kampus BINUS, Alam Sutera, Tangerang (28/9).
Banyak pengalaman berharga yang telah diperoleh dari pelaksanaan program pembinaan WBP di LP Perempuan Tangerang. Sebagai komitmen untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman kepada masyarakat luas; FIHRRST bersama Jurusan Psikologi Universitas BINUS, Yayasan TIFA, dan Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Tangerang, mengadakan kuliah umum di Univesitas BINUS (28/9) tentang ini. Hadir sebagai pembicara diantaranya James Kallman dan Tequila Bester (FIHRRST), Rita Eriani dan dr Nuning Sukma (LP Perempuan Tangerang), Darmawan Triwibowo (TIFA Foundation), dan Dr Istiani (Psikologi BINUS).
“Proyek ini sangat baik untuk pembinaan kesehatan mental di lapas, apalagi karena lapas tidak memiliki tenaga psikolog. Dengan adanya program ini, setidaknya WBP dapat secara mandiri mengatasi masalah, baik untuk pribadi maupun teman sesama WBP. Pelatihan yang diberikan untuk petugaspun melatih mereka menumbuhkan rasa empati dan kepedulian saat menangani WBP yang memiliki masalah psikologis” sambut dr Nuning Sukma, dokter medis di LP Perempuan Tangerang.
Sedangkan Direktur Eksekutif Yayasan TIFA, Darmawan Triwibowo, yang memberikan keynote spech dalam kuliah umum, mengatakan "Memperbaiki kualitas pelayanan sistem lembaga pemasyarakatan adalah langkah penting yg tidak bisa ditunda lagi. Negara harus hadir, namun ada kalanya negara perlu untuk tidak sendirian hadir. TIFA melihat pentingnya kerjasama antara negara dan aktor non-negara untuk terus ditumbuhkan”.(jpnn)