Pesan Gunung Krakatau, Waspadalah Pantai Barat Sumatera!
Cerita itu juga dikisahkan Boelhouwer dalam memoar Kenang-Kenangan Di Sumatera Barat selama tahun-tahun 1831-1834.
“Gempa dan tsunami yang melanda Pariaman hingga Bengkulu di tahun 1833 ini, sering dijadikan sebagai dalih bahwa gempa dan tsunami di pantai barat Sumatera adalah siklus 200 tahun, dengan melihat terjadinya bencana yang sama di Aceh tahun 2004,” papar Yose.
Merujuk catatan NOAA, dalam empat abad terakhir, sejak tahun 416, puluhan tsunami yang melanda Pantai Barat Sumatera, penyebabnya bukan hanya akibat gempa tektonik di laut dan darat.
Tapi juga akibat letusan gunung api, seperti Krakatau.
National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) adalah lembaga di Amerika Serikat yang mengaji kondisi atmosfir dan laut, termasuk pencatat kejadian tsunami yang pernah ada di muka bumi.
Lembaga ini menjadi penyedia data soal tsunami yang terbilang akurat dan paling lengkap.
Untuk lebih spesifiknya, di bawah kelembagaan ini pun dibentuk semisal National Climatic Data Center-NCDC (Pusat Data Iklim Nasional), National Geophysical Data Center-NGDC (Pusat Data Geofisika Nasional), dan National Oceanographic Data Center-NODC (Pusat Data Oseanografi Nasional).
Semua kelembagaan ini terintegrasi dalam satu data bernama National Centers for Environmental Information (NCEI) atau Pusat Nasional untuk Informasi Lingkungan.
Dalam hasil penelitiannya yang telah dibukukan, Mentawai—Potret Kebencanaan Pulau Terluar, Yose Hendra juga menjelaskan, Pantai barat Sumatera merupakan simpul Pacific Ring of Fire, yaitu sebuah zona dimana sangat sering terjadi gempa bumi dan meletusnya gunung berapi.
Lebih dari 90 persen gempa bumi yang terjadi di dunia, dan sekitar 81 persen gempa berkategori kuat terjadi di zona ini.
Berada di simpul seismik dunia, pantai barat Sumatera menjadi sumber subduksi, salah satu sumber gempa bumi.
Subduksi atau penekukan terjadi ketika lempeng samudra bertabrakan dengan lempeng benua yaitu pertemuan dua lempeng samudera Indo–Australia dan lempeng Eurasia.
Zona subduksi membujur dari Laut Andaman, membujur di pantai barat Sumatera, hingga melingkar ke pantai selatan Jawa dan perarairan bagian timur Indonesia.
Proses subduksi akan terus berproses, sehingga gempa bumi pun akan terus berlangsung.
“Hal inilah yang menjadi sumber gempa yang juga bisa memicu tsunami,” tulis Yose.
Nah, Anak Krakatau baru saja meletus. Petatah-petitih tua menabalkan, pengalaman adalah guru yang paling berharga.
Pada 1883, leluhurnya telah memberi pelajaran. Mari belajar dari sejarah… (wow/jpnn)