Pesan K.R.T.Radjiman : Jangan Minta Apapun pada Negara
jpnn.com - JAKARTA - Almarhum dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wediodiningrat termasuk salah satu dari tokoh perjuangan yang mendapat gelar sebagai pahlawan nasional dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Keluarga menyambut bahagia anugerah gelar itu. Sang cucu, Retno Widowati Subaryo ditunjuk sebagai ahli waris untuk menerima anugerah itu. Retno mengaku pihak keluarga berterimakasih atas penghargaan negara untuk kakeknya.
"Kami mengucap syukur bahwa dihargai. Memang setiap negara akan menghargai orang yang berjasa bagi pahlawannya," ujar Retno di kompleks Istana Negara usai menerima penghargaan dari Presiden, Jumat, (8/11).
Dr. Radjiman awalnya berkarier sebagai dokter di rumah sakit Banyumas tahun 1899. Ia berperan dalam penanggulangan wabah pes yang terjadi di daerah tersebut sehingga mendekatkan dirinya pada rakyat kecil. Tahun 1910 setelah menempuh pendidikan lanjutan dokter selama 14 bulan di Universitas Van Amsterdam, Radjiman menyampaikan pidato keilmuannya berjudul Bijdrage in de studie van de Janansche psijhe yang artinya studi tentang hidup dan jiwa orang Jawa. Inti dari pidatonya adalah upaya pembelaan terhadap masyarakat Jawa yang mampu belajar tinggi setingkat filsafat Barat.
Dokter Radjiman juga menjadi salah seorang tokoh pemimpin Indische Vereniging tahun 1908-1913 yang menjadi cikal bakal dari Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda. Tanggal 9 Juli 1942, Radjiman mengawali langkahnya untuk mendukung proses kemerdekaann yang lebih dikenal sebagai Putera, Gerakan Tiga A dan Jawa Hokokai. Posisi ini mendorongnya menjadi penyeimbang terhadap hak-hak kebebasan para generasi muda yang masih memiliki pola pemikiran konfrontatif.
Pahlawan kelahiran Yogyakarta 21 April 1879 ini juga berjasa mengendalikan perbedaan pendapat di antara anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tentang dasar negara. Ia juga menyampaikan ide-ide tentang kemerdekaan walaupun saat itu Jepang masih berkuasa.
Ketua DPR RI tahun 1950 itu juga pernah menjabat sebagai Ketua Boedi Oetomo periode tahun 1915 dan 1923 dan Ketua BPUPKI tahun 1944.
Meski banyak jasa yang ia berikan untuk negara, Rajidjman yang wafat di Ngawi, 20 September 1952 tidak pernah meminta apapun pada keluarganya. Ia berpesan, keluarga pun tak boleh meminta apapun dari negara.
"Kakek saya sejak dulu pesannya adalah tidak boleh minta apa-apa dari negara ini. Kami tidak pernah minta apa-apa dari negara ini," tutur Retno.