Petani di Sinabung Mengeluh Tak Punya Modal Lagi
jpnn.com, KARO - Erupsi dahsyat Gunung Sinabung pada Senin (19/2) pagi, meninggalkan kesedihan mendalam bagi warga Kabupaten Karo, Sumut, khususnya para petani yang tersebar di 8 kecamatan yang terdampak.
Tebalnya material abu bercampur batu kerikil, menyebabkan berbagai jenis tanaman hoktikutura milik mereka rusak. Kondisi ini dipeparah dengan banyaknya atap-atap rumah mereka yang jebol.
Sayur mayur, buah-buahan, kopi dan tembakau yang menjadi sumber penghasilan petani dipastikan gagal panen. Apalagi, saat ini Tanah Karo tengah dilanda musim kemarau, hingga tanaman yang tertimbun abu langsung gosong dan mati. "Seandainya hujan langsung turun pasca erupsi, kemungkinan tanaman kami masih terselamatkan.
Inikan tidak, pas musim kemarau pulak, ya hancur semualah. Sudahlah harga anjlok, sekarang yang mau dipanen pun tak ada lagi. Habis semua dihantam abu kemarin," lirih Rudi, seorang petani asal Desa Sigarang-garang.
Dia sendiri mengaku mengalami kerugian puluhan juta, karena sekitar 2.000 batang tanaman tomat dan cabainya ikut hancur. "Padahal, sebulan lagi tomat dan cabai kita itu sudah bisa panen. Eh,tau-taunya datang pula bencana ini, ya habislah semua," katanya dengan wajah sedih.
Kerugian para petani berlipat karena tanaman mereka dipastikan gagal panen, sedang modal sudah tertanam. "Modal sudah banyak masuk. Tahu sendirilah, biaya bertani sekarang sangat mahal. Pupuk dan pestisida makin banyak macamnya, harganya terus naik," tambah Tetkelin Bukit, petani lain asal Desa Payung.
Dipaparkan Terkelin, saat ini untuk menanam 1.000 batang tomat, petani minimal harus mengeluarkan modal awal Rp5 juta. "Modal Rp5 juta itu sudah irit kali. Kalaupun tanaman tomat ini pertumbuhannya baik hingga panen, petani belum tentu dapat untung karen harganya tak stabil. Ini belum panen tanaman kami sudah habis dihantam debu," keluh mereka.
Saat ini para petani hanya bisa berharap bantuan dan perhatian dari pemerintah. "Bantulah kami para petani ini. Untuk menanam kembali pun kami sudah tak punya modal. Sementara gunung itu tak kunjung berhenti meletus. Bagaimanalah nanti kami menjalani hidup ini. Sementara biaya hidup makin tinggi saja," tandasnya.