PGE Perkenalkan Paradigma Baru Pengembangan Energi Panas Bumi Indonesia di IISF 2024
Pengembang panas bumi perlu ekspansi bisnis non-kelistrikan (off-grid), seperti hidrogen hijau dan amonia hijau dan mempromosikan pengembangan teknologi dan manufaktur lokal untuk komponen utama pembangkit listrik panas bumi di dalam negeri.
Selain itu, penting untuk mempertimbangkan insentif lainnya seperti akses ke pinjaman lunak (concessional loan) dan penjualan kredit karbon internasional.
Hal ini juga memerlukan dukungan pemerintah untuk memberikan insentif tambahan, terutama dukungan untuk peningkatan kandungan lokal dan infrastruktur.
Julfu Hadi menegaskan pengembang panas bumi perlu meninggalkan paradigma dan model bisnis lama yang masih memakai pendekatan business as usual dan membatasi kolaborasi yang menyebabkan tingkat pengembalian (internal rate of return) marginal.
"Kita perlu berkembang dan berkolaborasi bersama untuk menjadikan panas bumi bisa memainkan peran penting dalam transisi energi nasional,” kata Julfi Hadi.
Dia menambahkan dengan sumber daya yang dimiliki, PGE optimistis dapat menjadi motor penggerak dan pemimpin percepatan pengembangan panas bumi nasional.
PGE saat ini mengelola 15 wilayah kerja panas bumi (WKP) dengan kapasitas terpasang 672 MW yang akan dinaikkan menjadi 1 GW dalam dua sampai tiga tahun ke depan, dengan total potensi cadangan panas bumi sebesar 3 GW yang siap dikembangkan dari 10 WKP yang dikelola sendiri.
“PGE sudah walking the talk dalam mewujudkan paradigma baru. Sudah banyak hal yang kita lakukan seperti berkolaborasi dalam eksplorasi sumber daya, mendorong pengembangan teknologi baru di Indonesia, dan mengembangkan manufaktur lokal," paparnya.