Pelaksanaan Pilkada 2022 dan 2023 dengan Pilpres 2024 Jangan Berbareng, Begini Alasan HNW
jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mengingatkan DPR dan Presiden untuk segera memutuskan pelaksanaan Pilkada pada tahun 2022 dan tahun 2023 tidak perlu diundur ke 2024 dibarengkan serentak dengan Pilpres dan Pileg.
Menurut HNW sapaan akrabnya, banyak daerah yang masa jabatan kepala daerahnya habis pada tahun 2022 dan tahun 2023 sehingga seharusnya diselenggarakan pada tahun 2022 atau 2023.
HNW menegaskan pelaksanaan pilkada tetap pada 2022 dan 2023 tersebut merupakan bentuk dari keadilan karena juga tetap diselenggarakannya pilkada 2020 tanpa diundurkan, sekalipun Covid-19 masih menyebar.
Selain itu, juga untuk menjaga stabilitas politik dan meminimalisasi gangguan keamanan yang akan makin menumpuk terhadap penyelenggaraan Pilpres dan Pileg serentak bila Pilkada digabungkan juga.
HNW mengingatkan agar Pemerintah dan DPR belajar dari pengalaman Pemilu 2019 dimana Pileg dan Pilpres digabungkan, telah menghadirkan korban ratusan KPPS yang meninggal, dan tak fokusnya rakyat memilih anggota DPR/DPRD, karena fokusnya hanya kepada Pilpres. Maka, lanjutnya, bisa dibayangkan kerawanan keamanan dan tak berkualitasnya ratusan pilkada bila digabungkan juga dengan pilpres.
“Pemerintah, walau sebelumnya didesak untuk tidak melakukan pilkada di era pandemi Covid-19, tetap kukuh menjalankan pilkada pada 2020. Dengan alasan antara lain kalau diundurkan akan hadirkan distabilitas politik dan kerawanan keamanan. Lalu, mengapa sekarang justru tidak mau meneruskan kebijakan itu untuk ratusan daerah yang berakhir kepemimpinannya pada tahun 2022 dan 2023?,” tanya HNW dalam siaran pers di Jakarta, Minggu (31/1).
HNW juga mengkritisi alasan Pemerintah bahwa penundaan Pilkada 2022 dan Pilkada 2023, dengan menariknya ke Pemilu serentak pada 2024 bersama dengan Pilpres dan pileg, karena alasan stabilitas politik dan keamanan.
Dia menilai bahwa alasan tersebut justru bertolak belakang dengan rasionalitas dan kekhawatiran umum, karena bila diundurkan maka di ratusan daerah yang mestinya dilakukan pilkada, akan dipimpin oleh Pelaksana Tugas, yang ditunjuk oleh Pemerintah yang akan laksanakan tugas dalam rentang waktu yang panjang (2 tahunan) dengan kewenangan yang terbatas. Padahal akan mengurusi Pilpres dan Pileg juga. Dikhawatirkan dengan kondisi politik seperti itu justru akan hadirkan distabilitas politik dan kerawanan keamanan.