Pimpinan DPRD Tetap Jatah Peraih Kursi Terbanyak
Hamdan menyatakan dalam pasal 18 ayat (3) UUD 1945 hanya menentukan bahwa pemda provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki DPRD yang anggotanya dipilih melalui Pemilu.
Berarti, ujar Hamdan, UU 1945 tidak menentukan bagaimana susunan lembaga DPRD termasuk cara dan mekanisme pemilihan pimpinannya. Hal tersebut dianggap adalah ranah kebijakan pembentuk UU untuk mengaturnya.
Hal tersebut diperjelas dalam pasal 375 ayat (3) UU MD3 yang menentukan bahwa tata cara pembentukan susunan serta wewenang dan tugas alat kelengkapan DPRD kabupaten/kota diatur dalam peraturan DPRD kabupaten/kota tentang Tata Tertib.
Berdasarkan pertimbangan hukum di atas, menurut Mahkamah mekanisme pemilihan pimpinan dan alat kelengkapan DPRD sebagaimana diatur dalam UU a quo tidak bertentangan dengan prinsip kepastian hukum yang adil serta persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahann seperti yang didalilkan para pemohon.
"Karena hal tersebut merupakan ranahh kebijakan hukum terbuka (opened legal policy) dari pembentuk UU yang tidak bertentangan dengan UU 1945 sehingga permohonan para Pemohonan tidak beralasan menurut hukum," tegas Hamdan.
Menanggapi itu, kuasa hukum pihak pemohon Ahmad Irawan mengaku pihaknya menghormati putusan MK. Apalagi, MK menyatakan bahwa pengaturan itu sesuai dengan kebijakan hukum terbuka dari pembentuk UU.
"Kita hormati putusan MK. Orang kan bersidang di MK karena ada kepentingan hukumnya, tentu ketika kepentingan hukum itu tidak dikabulkan oleh MK, kita jadi kurang bahagia," tutur Ahmad.
Ahmad pun mengakui bahwa dalam persidangan, pihaknya juga tidak menempuh semua proses yang standar. Di antaranya dengan tidak menghadirkan ahli dan saksi karena memburu keputusan MK harus segera diputuskan.