PKL di JPO Kian Menjamur
jpnn.com - SEJUMLAH jembatan penyeberangan orang (JPO) di wilayah Jakarta belakangan marak diduduki oleh para pedagang kaki lima (PKL) untuk menggelar lapak. Ironisnya, aparat yang terkait terkesan membiarkan saja praktik itu terjadi seolah-olah tidak ada apa-apa. Padahal hal itu jelas-jelas pelanggaran.
Seperti di wilayah Jakarta Timur, setidaknya terdapat empat JPO busway yang digunakan PKL sebagai tempat berdagang. Antara lain, JPO Busway Jatinegara, JPO UKI Cawang Jalan Mayjen Sutoyo, JPO Pasar Kramatjati, dan JPO PGC Cililitan, Jakarta Timur.
Di wilayah lain, seperti Jakarta Pusat, para pedagang juga menggelar dagangannya di JPO. Di Benhil misalnya, JPO yang terletak tidak jauh di Universitas Katolik Atma Jaya juga dipenuhi PKL.
Keberadaannya juga menyita tempat bagi para pejalan. Pengguna tidak bisa jalan dengan leluasa karena terhalang dagangan mereka. Jika ada petugas, JPO itu biasanya bebas PKL. Namun, ketika tidak ada PKL, maka JPO itu ramai PKL.
Para PKL itu umumnya berjualan jam tangan, kaos kaki, sapu tangan, celana pendek, ikat pinggang, dompet, aksesoris handphone hingga kebutuhan rumah tangga dan berbagai perkakas. Para pedagang yang berjualan di atas jembatan tersebut dirasa mengganggu pejalan kaki yang hendak melintas. Hal itu lantaran lapak para pedagang menutupi hampir separuh akses jalan JPO. Akses jalan JPO ini semakin tertutup oleh warga yang membeli barang.
”Kalau lapak mereka hanya memakan sedikit jalur sih tidak masalah, tapi masalahnya sudah sampai setengah jalur digunakan untuk lapak,” ungkap Nuryati,30, salah seorang pejalan kaki di JPO Jatinegara. Padahal, kata Nuryati, JPO tersebut bisa dibilang ramai pejalan kaki. Pengguna merasa risih lewat JPO itu karena sering bersenggolan dengan orang lain berpapasan.
Seorang pejaln kaki lainnya, Alfo,20, mengaku tak jarang sesama pengguna JPO terlibat cekcok mulut akibat bersenggolan dengan pejalan kaki lain. Untuk itu, dirinya meminta aparat instansi terkait dapat segera mengambil tindakan untuk mengatasi persoalan tersebut.
”Kami diwajibkan untuk menyeberang jalan lewat JPO, tapi kalau tidak nyaman, malas juga lewat JPO,” kata Alfo seperti yang dilansir INDOPOS (JPNN Group), Selasa (26/11).
Kasudi Perhubungan Jakarta Timur, Mirza Aryadi Soelarso, mengaku perawatan JPO secara rutin merupakan kewenangannya. Dengan menggunakan dana APBD, pihaknya merawat JPO yang telah rusak. Namun, ditegaskan mengenai keberadaan PKL, bukan kewenangannya, melainkan kewenangan Satpol PP.
”Kami hanya merawat jika ada pelat bolong atau tangga keropos, kita perbaiki agar penggunaanya nyaman,” katanya.
Camat Kramat, Jati Dian Purfanto mengatakan pihaknya bersama petugas Satpol PP akan segera menertibkan para PKL yang berjualan di beberapa JPO yang ada di wilayahnya. Selain itu, pihaknya juga berupaya mengatur pola penertiban PKL. Diakuinya sulit menertibkan para PKL karena kerap kucing-kucingan dengan petugas.
”Nanti kami tempatkan petugas dengan pakaian preman untuk pengawasannya. Modus mereka pakai tas seperti karyawan. Datang bawa tas seperti pekerja, lalu tasnya berisi barang dagangan,” jelas Dian. (dni)