Polemik Doa yang Ditukar, Fadli Zon Minta Maaf kepada Mbah Moen
Secara bahasa, kata dia, puisi yang yang ditulisnya tulis tidaklah rumit. Bahasanya sengaja dibuat sederhana agar dipahami luas. Menurut dia, hanya ada tiga kata ganti dalam puisi tersebut, yaitu “kau”, “kami” dan “-Mu”. “Tak perlu punya keterampilan bahasa yang tinggi untuk mengetahui siapa “kau”, “kami” dan “-Mu” di situ. Apalagi, dalam bait ketiga, saya memberikan atribut yang jelas mengenai siapa “kau” yang dimaksud oleh puisi tersebut,” ungkapnya.
Dia menambahkan, pemelintiran seolah kata ganti “kau” dalam puisi tersebut ditujukan kepada Mbah Moen jelas mengada-ada dan merupakan bentuk fitnah. Menurut Fadli, tuduhan tersebut bukan hanya telah membuat dirinya tidak nyaman. Namun, kata dia, juga mungkin telah membuat tidak nyaman keluarga Mbah Moen. “Kami dipaksa seolah saling berhadapan, padahal di antara kami tidak ada masalah dan ganjalan apa-apa,” katanya.
Menurutnya lagi, keluarga Mbah Moen melalui puteranya, KH Muhammad Najih Maimoen, sudah memberikan penjelasan telah menerima klarifikasi Fadli bahwa kata ganti “kau” memang tidak ditujukan kepada Mbah Moen. “Tanpa klarifikasi dari saya pun, beliau sendiri berpandangan jika kata ganti “kau” memang ditujukan kepada orang lain, bukan Mbah Moen. Beliau juga menjelaskan jika aksi massa yang telah menggoreng isu ini bukan berasal dari kalangan santrinya, melainkan digoreng oleh pihak luar,” ungkap Fadli.
Fadli menyampaikan bahwa puisi itu sama sekali tidak pernah ditujukan kepada Mbah Moen. Penjelasan ini sejak dini juga telah disampaikan Fadli kepada Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin saat tabayun melalui akun media sosialnya. “Sudah saya jawab dengan tegas dalam tabayun bahwa kata ganti “kau” pada puisi itu adalah “penguasa”, bukan KH Maimoen Zubair,” kata Fadli.
Dia juga menyebut bahwa guru-gurunya banyak berasal dari ulama dan kiai NU. Termasuk almarhum KH. Yusuf Hasyim, putra Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari. Fadli juga mengaku bersahabat karib dengan KH. Irfan Yusuf dan keluarganya, yang merupakan cucu Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari. “Begitu juga halnya dengan putra pendiri NU yang lain, KH Hasib Wahab Abdullah, yang merupakan putra KH Wahab Hasbullah, adalah sahabat saya sejak puluhan tahun silam. Saya bahkan pernah jadi Dewan Penasihat Pencak Silat NU Pagar Nusa. Itu sebabnya saya juga sangat menghormati NU,” ungkap Fadli.
Menurut Fadli, itu sebabnya dia tidak pernah mendudukkan para ulama dan kiai berdasarkan preferensi politiknya. Lebih lanjut Fadli menyatakan dalam waktu dekat akan bersilaturahmi kepada Mbah Moen.
“Dalam waktu dekat insyaallah saya mungkin akan bersilaturahim ke KH Maimoen Zubair. Meskipun puisi saya, sekali lagi, tidak pernah ditujukan untuk beliau, sebagai salah satu aktor politik saya ingin meminta maaf karena kontestasi politik yang terjadi saat ini mungkin telah membuat beliau dan keluarga menjadi tidak nyaman akibat gorengan orang-orang yang tak bertanggung jawab,” tuntas Fadli. (boy/jpnn)