Polemik Rektor Asing, Menteri Nasir: Saya Sudah Ditanya Presiden
jpnn.com, JAKARTA - Rencana pemerintah mendatangkan rektor asing ditentang sejumlah kalangan, termasuk dari DPR RI. Namun, pemerintah tetap berencana membuka kesempatan seluas-luasnya bagi akademisi asing untuk melamar menjadi rektor di Indonesia.
Bukan hanya di perguruan tinggi swasta (PTS), tetapi juga PTN, baik yang sudah berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.
"Kalau DPR menolak, biasalah karena kan belum paham. Nanti saya jelaskan detil biar tahu agar tercipta persaingan sehat antara akademisi lokal dan asing," kata Menristekdikti Mohamad Nasir dalam bincang-bincang dengan media, Rabu (31/7).
Rencana ini lanjutnya, sudah tertahan tiga tahun. Saat ide pertama dikeluarkan pada 2016 banyak yang menentang. Namun, tahun ini dimunculkan kembali karena tidak ada perubahan rangking PTN di level internasional.
"Saya ditanya presiden, apa sudah siap jalan. Saya bilang siap Pak, kita jalankan saja tahun 2020. Dan presiden sangat setuju, makanya semua regulasi yang menghambat diubah dulu. Kalau banyak yang menentang enggak apa-apa, saya sudah biasa di-bully," tuturnya.
BACA JUGA: Apakah Impor Rektor Satu-satunya Solusi Tingkatkan Kualitas PTN?
Walaupun membuka kesempatan seluas-luasnya, tetapi menurut Nasir, ada syarat khusus yang harus dipenuhi akademisi asing untuk memimpin perguruan tinggi di Indonesia. Salah satunya punya pengalaman memimpin perguruan tinggi di luar negeri dan sukses meningkatkan rangking.
"Saya akan salurkan rektor yang potensial mengangkat rangking PT di level internasional. Kalau sekarang kan masuk rangking 200 dunia saja sulit. Yang ada hanya UI, ITB, dan UGM bertahan di rangking 500an," ucapnya.