Politik Uang Lebih Marak di Pemilu 2014
jpnn.com - JAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Alirman Sori mengatakan jarang sekali seorang calon anggota legislatif (Caleg) yang mau melakukan dialog pendidikan politik dengan konstituennya. Menurutnya, yang ada adalah mengindoktrinasi pemilih dengan cara memaksa pemilih untuk memilih dirinya.
"Yang ada itu hanya pilihlah saya dan ini duit. Persis sama dengan komunikasi internal partai politik yang cenderung indoktrinasi," kata Alirman Sori, dalam Dialog Kenegaraan, di lobi gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPDR RI, Senayan Jakarta, Rabu (20/11).
Makanya, Alirman menyimpulkan praktek politik uang akan semakin marak terjadi dalam Pemilu 2014. "Sama halnya dengan Pemilu 2004, fenomena politik uang bahkan dalam jumlah yang sangat besar juga akan berlangsung dalam Pemilu 2014. Ini konsekuensi dari rendahnya kinerja anggota DPR sementara partai politik kembali mengajukan kader yang samaq," tegas Alirman Sori.
Anggota DPD dari daerah pemilihan Sumatera Barat itu pun menjelaskan soal wacana pemilih cerdas. Kata dia, tidak ada guna pemilih cerdas sementara elit partai politik tidak menyuguhkan Caleg yang cerdas.
"Saat ini saja, banyak diantara Caleg petahana yang sudah mulai turun ke dapil dengan latar belakang pengusaha dan mulai mengibarkan duit kepada pemilih sementara pemilih tidak punya pilihan lain," ujarnya.
Dijelaskan Alirman, pemilih yang cerdas harus datang dari dua sisi yakni pemilih dan yang dipilih. "Sementara di tengah-tengahnya ada partai politik dengan komunikasinya berbentuk indoktrinasi. Jadi, bagaimana mau cerdas pemilih itu?" kata Alirman.
Terakhir Alirman mengaku untuk bisa lolos menjadi anggota DPD periode 2009 hingga 2014, dia hanya menghabiskan dana sekitar Rp 300 juta.
"Untuk jadi anggota DPD dari Sumbar, saya menghabiskan dana Rp 300 juta. Dibanding yang lain, saya relatif kecil. Itu terjadi karena saya tidak punya tim sukses, kecuali relawan dengan basis dukungan jartingan sosial dan perbanyak blusukan," ungkapnya. (fas/jpnn)