Politikus PDIP Kritik Kejagung karena Gemar Membuat MoU
“Karena itu tidak ada yang salah dengan fungsi tersebut. Kami dorong MoU lebih banyak dilakukan,” kata Taufiqulhadi dalam rapat kerja tersebut.
Dia menegaskasn, MoU yang dilakukan itu tentu dalam rangka menyelamatkan dan mengamankan keuangan negara dari kerugian. “Jadi bukan sesuatu yang salah. Jadi, tidak ada yang salah dengan persoalan tersebut,” ungkap politikus Partai NasDem ini.
Prasetyo mengatakan MoU bagi Kejagung merupakan suatu langkah kebijakan yang perlu dilakukan. Menurut dia, MoU merupakan bagian dari aspek pencegahan. Kejagung melihat penindakan selama ini tidak berbanding lurus dengan indeks persepsi korupsi.
“Korupsi semakin, masih tiap hari ada penangkapan OTT (operasi tangkap tangan),” kata Prasetyo.
Dia membantah ada kongkalikong dengan pihak-pihak yang melakukan MoU dengan kejaksaan. Prasetyo menyebut pihak yang menuding tersebut tidak mengerti sehingga menuduh jaksa kongkalikong. “Kongkalikong apa? Pengamanan apa? Kami buktikan bahwa justru ada MoU dan ada pendampingan, ketika ditemukan fakta dan bukti tidak terbantahkan kami proses,” ungkap Prasetyo.
Dia mencontohkan, salah satunya adalah penangkapan kepala BPN Kota Semarang. Menurut dia, meski Kejagung sudah MoU dengan menteri ATR, penindakan tetap harus dilakukan.
“Jadi, tidak ada kongkalikong. Itu orang tidak mengerti saja, yang tidak tahu, dan tidak mau tahu dan selalu berpraduga. Ada orang berpraduga begitu,” katanya.
Dia menegaskan pihaknya mengurangin tindak pidana korupsi dengan pencegahan. Di samping itu juga terus penindakan. Jangan salah, kata dia, kebijakan kejaksaan sekarang di bawah kepemimpinannya dalam penanganan perkara khususnya korupsi, bukan semata menekankan pada follow the suspect. Bukan hanya menghukum dan memenjarakan orang. Tapi juga follow the aset dan follow the money.