Pondok Pesantren Khusus Anak TKI di Pulau Sebatik
Paling Sulit Ajari Lagu Indonesia RayaKamis, 07 Oktober 2010 – 12:21 WIB
Tidak hanya Abidin yang pergi ke Tawau setiap libur. Hampir seluruh santri yang anak TKI memanfaatkan hari libur untuk "mudik" ke rumah orang tuanya di tanah jiran. Saat Jawa Pos mengunjungi pesantren itu pada liburan Lebaran lalu pun mendapati pesantren dalam kondisi sepi. Separo lebih santrinya menyeberang ke Malaysia untuk berkumpul orang tuanya. Yang lain mudik ke rumah mereka yang tersebar di Pulau Sebatik.
Menurut Suniman, mayoritas santri anak TKI secara sadar datang ke Sebatik karena ingin bersekolah dengan layak. Itu karena di Tawau anak-anak TKI yang orang tuanya tidak memiliki identity card (IC) tidak bisa mendapat pendidikan yang layak. Mereka juga tidak bisa mendapatkan ijazah. "Makanya, mereka datang ke sini. Mereka kan juga punya keluarga di sini," imbuhnya.
Suniman menceritakan, santrinya yang bernama Sumarni hampir sembilan tahun bersekolah di Tawau. Tapi, karena orang tuanya tidak memiliki IC, dia tak kunjung mendapatkan ijazah. Nah, setelah datang ke Sebatik, Suniman mengusahakan Sumarni mendapatkan ijazah. Dengan perjuangan, akhirnya Sumarni mendapat ijazah ibtidaiyah (setingkat SD). Jadi, dia pun tidak perlu mengulang untuk menempuh pendidikan SD di Sebatik. Dia langsung menjalani pendidikan setingkat SMP di Ponpes Mutiara Bangsa.