Pontensi Kebocoran Terbesar di Tambang
jpnn.com - JAKARTA - Kebocoran terbesar pemasukan daerah Kabupaten Kolaka bersumber dari sektor pertambangan. Sektor ini seolah telah menjadi nafas dari Pemasukan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Jumlah kebocoran dari sektor tambang tahun ini mencapai Rp26 miliar.
Jumlah tersebut berasal dari tunggakan para perusahaan pemegang IUP produksi, yang tidak disetorkan kepada pemerintah daerah. Padahal Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kolaka telah mencantumkannya sebagai target PAD untuk tahun 2014.
"Tunggakan ini adalah piutang Pemda di perusahaan pemegang IUP yang tidak dibayarkan tahun lalu. Dan sekarang ini kita sudah tidak bisa tagih lagi, karena perusahaan sudah tidak mau bayar. BPK juga sudah melarang untuk menarik PAD dari tambang ini," terang Kadistamben Kolaka, Andi Sastra seperti yang dilansir Kendari Pos (Grup JPNN.com), Jumat (4/7).
Distamben mencantumkannya sebagai PAD, mengacu pada Perda nomor 11 tahun 2011, tentang pungutan pada sektor tambang nikel sebesar Rp10.000 per WMT. Pungutan ini menjadi sumber pendapatan daerah yang cukup signifikan, hingga kas daerah mengalami surplus. Kondisi ini berlangsung hingga tahun 2013.
Tahun lalu, pungutan ini menjadi temuan BPK dengan alasan sudah ada royalti sesuai Undang-undang Minerba yang disetorkan perusahaan tambang kepada negara. Karenanya, tidak lagi diperbolehkan ada pungutan selain royalti. Akibatnya Distamben mengalami kerugian karena perusahaan tambang tak lagi menyetor PAD sebesar Rp10 ribu tersebut. Padahal utang mereka masih banyak kepada daerah.
Hal ini juga yang menyebabkan APBD Kolaka terancam defisit. Bahkan, prestasi Kabupaten Kolaka sebagai penyumbang PDRB Provinsi terbesar yang mencapai 23 persen dari seluruh kabupaten dan kota se-Sultra, juga bakal anjlok.
Sebagai solusinya, DPRD mengusulkan penjualan stok pile ore yang menumpuk di sepanjang pesisir Kecamatan Pomalaa ke perusahaan tambang nikel dalam negeri.
"Daripada merusak lingkungan disimpan di pinggir laut, dan tidak ada yang mau bertanggung jawab, lebih baik dijual ke perusahaan tambang dalam negeri. Istilahnya disingkirkan, tapi ada pemasukan untuk daerah," kata Wakil Ketua DPRD Kolaka, Suaib Kasra. (jpnn)