Posisi Guru Penggerak Makin Kuat, Kemendikbudristek Beri Penjelasan
Di menuturkan bahwa banyak tantangan pada awal-awal mengajar. Mulai dari ruang belajar yang harus menumpang di ruangan SD hingga murid yang harus dijemput ke sekolah karena rendahnya motivasi untuk belajar.
“Untuk kegiatan belajar mengajar kami menumpang di ruangan SD dan itu berpindah-pindah menunggu ada ruang yang kosong. Bahkan setiap pagi saya bersama satu orang teman saya harus menjemput murid-murid ke rumahnya,” ungkapnya.
Rismawati menceritakan ketika mengetahui adanya Pendidikan Guru Penggerak (PGP) dia merasa program tersebut cocok dengan semangatnya untuk menggerakkan sekolah menjadi lebih berkembang. Akhirnya, ia mantap untuk mendaftarkan diri dan lolos menjadi Guru Penggerak angkatan ketiga.
Pada kesempatan dialog lainnya, Guru di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri 1 Kota Makassar, Muhammad Nur, mengungkapkan alasannya menjadi Guru Penggerak agar dapat menjadi bagian dari roda pergerakan pendidikan di Indonesia.
“Saya ingin memberikan pembelajaran yang terbaik untuk peserta didik di SLB, meskipun anak berkebutuhan khusus, tetapi mereka memiliki potensi yang bisa dikembangkan melalui sentuhan guru-guru hebat,” jelasnya.
Selanjutnya, Nur menambahkan bahwa kurikulum dalam Pendidikan Guru Penggerak (PGP), berisi materi yang tersusun sangat rapi dan menyentuh sehingga menggugah cara berpikirnya tentang profesi yang sudah dia geluti hampir 23 tahun itu.
Setelah berefleksi, Nur merasakan banyak perubahan positif. Dia menjadi seorang guru yang sebenar-benarnya.
"PGP benar-benar dapat ”menghipnotis” saya untuk bisa menjadi guru yang lebih baik. Materi yang saya dapatkan dalam PGP mengubah paradigma saya dari seorang ”penceramah” menjadi seorang guru,” imbuhnya. (esy/jpnn.com)