Potong Kepala
Oleh: Dhimam Abror Djuraidjpnn.com - Ikan membusuk dari kepala. Aktivis anti-korupsi sangat paham adagium itu.
Emak-emak yang suka belanja di pasar juga sangat paham akan hal itu. Untuk membedakan ikan yang segar dengan yang busuk tidak perlu mencium dan memeriksa seluruh badan ikan, cukup buka insangnya, kalau menghitam dan berbau busuk sudah pasti seluruh tubuh ikan busuk.
Adagium itu sekarang menjadi viral karena dikutip oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang mengancam akan memecat anak buahnya yang tidak bertindak tegas terhadap berbagai pelanggaran bawahannya.
Tidak tanggung-tanggung, Kapolri menggunakan narasi yang seram, ‘’potong kepala’’.
Ancaman potong kepala berarti ancaman hukuman mati. Potong kepala dilakukan oleh para algojo, tukang jagal berdarah dingin, yang bisa memutus leher dengan sekali tebas. Aksi algojo ini banyak dijumpai di masa lalu ketika hukuman mati masih diterapkan pada masa feodal.
Namun, hukuman potong kepala masih banyak terjadi sekarang di tengah situasi perang di Timur Tengah maupun di wilayah-wilayah lain yang sedang bergolak.
Hukum potong kepala atau hukum pancung juga masih menjadi bagian dari eksekusi hukuman mati di negara-negara yang menerapkan syariat Islam.
Di abad pertengahan Eropa hukuman pancung dilakukan oleh algojo dengan menebaskan pedang ke leher. Di Prancis, sampai dengan abad ke-18, hukuman pancung diterapkan oleh raja-raja monarki absolut dengan menggunakan mesin pembunuh ‘’guillotine’’ yang bisa memotong leher dengan sekali gerakan.