Potret Keluarga Jawa setelah 125 Tahun
Empat Anak Mentas, Salimin Merasa Tugas Tuntas”Rumah Sabrina belum selesai. Padahal, sudah habis SRD 115 ribu (sekitar Rp 460 juta),” tutur Salimin yang pernah tampil bersama Kabaret Does di Festival Cak Durasim, Surabaya, pada 2007.
Begitu pula dua anak Salimin yang lain. Si sulung Harvey Ponirin (lahir Pon) bersama istri Soraya Karyo Sentono dan dua gadis ABG-nya tinggal di sebelah rumah orang tuanya. Lalu, anak nomor dua Migalda Warinie (lahir Wage) bersama suami Frenky Rabidin dan dua anaknya yang menginjak dewasa tinggal di Dekraneweg, sekitar 1 kilometer dari rumah bapaknya.
”Ibarate, tugas kulo sakniki sampun rampung. Lare-lare sampun mentas sedaya, sampun gadah tanggung jawab nguripi rayate piyambak-piyambak (Ibaratnya, tugas saya sudah selesai. Anak-anak sudah berkeluarga semua, sudah punya tanggung jawab menghidupi keluarganya masing-masing),” jelas kakek delapan cucu yang fasih berbahasa Jawa kromo (halus) itu.
Hampir seluruh anak dan menantu Salimin keluar rumah untuk bekerja. Mereka umumnya tipe pekerja keras. Baik menjadi pegawai negeri maupun pegawai swasta. Tak heran, hidup mereka kini berkecukupan.
Meski tidak bisa dibilang mewah, fasilitas di rumah anak-anak Salimin cukup lengkap. Mau apa saja ada. Bahkan, setiap rumah itu memiliki minimal dua mobil. Biasanya, satu mobil untuk bekerja di kantor, satu mobil lainnya untuk keperluan keluarga.
”Nang kene nek pingin urip kepenak ya kudu gelem kerjo rekoso. Ora iso males-malesan (Di sini kalau mau hidup enak ya harus bekerja keras. Tidak bisa malas-malasan),” tutur Harvey Ponirin yang bekerja di perusahaan minyak SOL.
Meski empat anaknya sudah mentas, Salimin tetap tak mau tinggal diam. Di usianya yang terbilang sudah sepuh, dia sampai sekarang masih tetap aktif bekerja sebagai penyiar TV Garuda milik pengusaha Jawa. Profesinya itu sekaligus dimaksudkan untuk ikut melestarikan budaya dan bahasa Jawa yang makin lama makin ditinggalkan warga keturunan Jawa.
”Budaya Jawa itu budaya kita sendiri. Jadi, kalau di antara kita tidak ada yang mau cawe-cawe nguri-uri (melestarikan), saya khawatir tak lama lagi warisan nenek moyang itu akan punah dari Suriname,” tandas pensiunan pegawai kantor kementerian kesosialan dan perumahan tersebut.