Potret Suram TPS Lokasi Khusus di Kampus Jogja
Wuri khawatir dengan rendahnya kesadaran politik mahasiswa juga berpotensi menimbulkan konflik di TPS yang ada di kampus. Tidak serta merta mahasiswa bisa menggunakan hak pilih di TPS Khusus yang ada di kampusnya. Yang bisa mencoblos tentu hanya mereka yang terdaftar sebagai DPT di TPS Khusus. Mahasiswa yang tidak terdaftar hanya bisa menggunakan jalur daftar pemilih tambahan (DPTb) dengan memakai formulir surat pindah memilih.
“Jika DPT-nya cuma 126, jatah surat suara untuk DPTb hanya dua. Dari ribuan mahasiswa, anggaplah ada 200 yang datang dan mengira mereka bisa langsung memilih di TPS Khusus. Akan ramai dan ada potensi konflik,” katanya.
Situasi serupa juga terjadi di Kota Yogyakarta. Dari 41 kampus yang diundang oleh KPU setempat dalam sosialisasi, hanya tiga kampus yang akhirnya membuka TPS Khusus.
Ketiga kampus itu adalah Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta, Institut Sains dan Teknologi AKPRIND, dan Politeknik LPP Yogyakarta. Di UKDW ada satu TPS dengan 230 pemilih, IST AKPRIND lima TPS dengan 1.281 pemilih, dan Politeknik LPP Yogyakarta tiga TPS 718 pemilih.
Ketua Divisi Perencanaan Data dan Informasi KPU Kota Yogyakarta Siti Nurhayati mengaku tidak puas dengan jumlah mahasiswa yang memilih di TPS Khusus.
“Idealnya, paling tidak satu kampus bikin satu TPS Khusus. Dari 41 kampus, yang mau memfasilitasi hanya tiga kampus,” kata dia.
Berkaca pada Pemilu 2019, kata Nurhayati, di Kota Yogyakarta terdapat 10.411 orang yang mengajukan surat pindah memilih agar bisa masuk dalam DPTb, sebagian besarnya adalah mahasiswa.
Saat itu, jumlah DPT di Kota Jogja adalah 39.469. Berarti, hanya 6.000 orang yang bisa menggunakan hak pilih lewat jalur DPK atau DPTb.