PPDB Sistem Zonasi: Jarak Rumah ke Sekolah Lebih Penting Dibanding Nilai UN
Roni memandang penerapan sistem zonasi sekolah tampak sebagai kebijakan kurang matang. Orientasinya masih ‘ganjil’ diterapkan di tengah kondisi kualitas sekolah yang beraneka rupa.
"Zonasi, menurut saya, perlu dibarengi terlebih dahulu dengan kesungguhan perbaikan kualitas akademik secara total agar gap di antara sekolah terhapus,” usulnya.
Masih adanya gap kualitas akademik tiap-tiap sekolah itulah yang menyebabkan penerapan sistem zonasi saat ini tak bisa optimal. Wacana penyetaraan kualitas dan mutu sekolah pun masih jauh panggang dari api.
Kekhawatiran soal jarak zonasi dialami Diyah Ayu, salah satu orang tua siswa di Sleman. Diyah merasa gamang seandainya anaknya tak diterima di sekolah yang dikehendaki. Lantaran jarak rumahnya cukup jauh dari sekolah terkait. Walaupun ada sekolah negeri yang dekat rumah, menurut Diyah, kualitasnya tidak terlalu baik.
"Kalau tidak bisa ke negeri ya terpaksa ke swasta walaupun biaya yang dikeluarkan juga cukup banyak," katanya.
Terpisah, Kepala Sekolah SMPN 4 Depok Lilik Mardiningsih menyatakan, pendidikan bukan hanya milik mereka yang punya uang dan yang pintar. Sebab, konsep pendidikan adalah untuk mencerdaskan anak. "Semua punya hak yang sama," tegasnya.
BACA JUGA: Sudah Lelah Perjuangkan Anak Ikut PPDB Sistem Zonasi, Akhirnya Daftar ke Sekolah Swasta
Lilik punya pandangan lain terkait sistem zonasi. Menurutnya, anak dengan nilai rendah yang diterima di sekolah dekat rumah tidak akan mengubah kualitas sekolah tersebut. "Setidaknya bisa dilihat tiga tahun ke depan. Apakah ada penurunan prestasi atau tidak. Kalau ada penurunan harus ada evaluasi,” ujar Lilik. “Kalau memang seperti itu berarti pelayanan kepada anak yang tidak benar," tambahnya.