Prajurit Brigif Linud/18 Trisula Gugur saat Pembaretan
“Seluruh biaya ditanggung satuan, kami memberikan santunan sebesar Rp 20 juta, sudah diserahkan kepada orangtua tadi siang (kemarin) dan sudah dilaksanakan upacara pemakaman secara militer,” urai pria yang pernah menjadi Komandan Kodim 0818/Wilayah Kabupaten Malang dan Kota Batu tersebut.
Susilo menambahkan, karena kejadian tersebut, pihak Brigif menghentikan seluruh kegiatan pada Jumat (11/4). Kemudian anggota langsung melaksanakan doa bersaam sesuai agama masing-masing. Prajurit yang memiliki keyakinan Islam menggelar doa di masjid.
Lantas bagaimana dengan memar yang ada di tubuh almarhum. Susilo memperkirakan memar itu disebabkan beban ransel seberat sekitar 25 kilogram. Serta proses hanmars ala militer yang mengharuskan prajurit merayap di sejumlah titik.
“Sama sekali tidak ada pemukulan, makanya kita otopsi dengan mengundang keluarga korban yang ada di Malang, untuk merayap memang latihan prajurit seperti itu, dengan membawa ransel berat berisi ransum masing-masing,” jelasnya.
Sementara itu, Metro Siantar (Grup JPNN), melaporkan bahwa keluarga Sang Prajurit amat terpukul. Sebab mereka melihat memar di tubuh putranya. Serda Rapindo Putra Sihaloho di semayamkan di rumah duka di Huta (desa, red) Silabah Jaya, Kecamatan Dolok Pardamean.
“Kami keluarga sangat terpukul dengan kematian Rapindo yang mendadak. Sebelumnya dia (Rapindo, red) tidak memiliki penyakit atau keluhan terkait kesehatannya. Setelah kami periksa di badannya memang terdapat banyak luka memar sehingga akhirnya keluarga memutuskan melakukan otopsi,” ujar Panisba, ipar korban.
Menurut Panisba, adik iparnya tersebut melamar menjadi Prajurit TNI melalui penerimaan secaba pada tahun 2011. Rapindo merupakan anak ke-8 dari 9 bersaudara tersebut mengikuti pendidikan militer di Siantar, dan kemudian berangkat mengikuti penempatan tugas di Malang Brigif Linud/18 Trisula. (ary/udi)